ANATOMI DAN FAAL DASAR
Pengertian
Anatomi (susunan Tubuh)
Adalah ilmu yang mempelajari susunan tubuh dan bentuk tubuh.
Fisiologi (faal tubuh)
Adalah Ilmu yang mempelajari faal (fungsi) bagian dari alat atau jaringan tubuh.
Posisi Anatomis
Tubuh manusia diproyeksikan menjadi suatu posisi yang dikenal sebagai posisi anatomis, yaitu berdiri tegak, ke dua lengan di samping tubuh, telapak tangan menghadap ke depan. Kanan dan kiri mengacu pada kanan dan kiri penderita.
Gambar bisa dilihat pada buku Pertolongan Pertama edisi ke II, terbitan Markas Pusat PMI
BIDANG ANATOMIS
Dalam posisi seperti ini tubuh manusia dibagi menjadi beberapa bagian oleh 3 buah bidang khayal:
1. Bidang Medial; yang membagi tubuh menjadi kiri dan kanan
2. Bidang Frontal; yang membagi tubuh menjadi depan (anterior) dan bawah (posterior)
3. Bidang Transversal; yang membagi tubuh menjadi atas (superior) dan bawah (inferior)
Istilah lain yang juga dipergunakan adalah untuk menentukan suatu titik lebih dekat ke titik referensi (proximal) dan lebih jauh ke titik referensi (distal).
Pembagian tubuh manusia
Tubuh manusia dikelilingi oleh kulit dan diperkuat oleh rangka. Secara garis besar, tubuh manusia dibagi menjadi :
a. Kepala
Tengkorak, wajah, dan rahang bawah
b. Leher
c. Batang tubuh
Dada, perut, punggung, dan panggul
d. Anggota gerak atas
Sendi bahu, lengan atas, lengan bawah, siku, pergelangan tangan, tangan.
e. Anggota gerak bawah
Sendi panggul, tungkai atas, lutut, tungkai bawah, pergelangan kaki, kaki.
Rongga dalam tubuh manusia
Selain pembagian tubuh maka juga perlu dikenali 5 buah rongga yang terdapat di dalam tubuh yaitu :
a. Rongga tengkorak
Berisi otak dan bagian-bagiannya
b. Rongga tulang belakang
Berisi bumbung saraf atau “spinal cord”
c. Rongga dada
Berisi jantung dan paru
d. Rongga perut (abdomen)
Berisi berbagai berbagai organ pencernaan
Untuk mempermudah perut manusia dibagi menjadi 4 bagian yang dikenal sebagai kwadran sebagai berikut:
1. Kwadran kanan atas (hati, kandung empedu, pankreas dan usus)
2. Kwadran kiri atas (organ lambung, limpa dan usus)
3. Kwadran kanan bawah (terutama organ usus termasuk usus buntu)
4. Kwadran kiri bawah (terutama usus).
Catatan : Untuk materi terbaru, kwadran dibagi menjaid 9 titik yaitu : Titik atas kanan,
Titik atas tengah, Titik atas kiri, Titik tengah kanan, Titik tengah, Titik tengah kiri,
Titik bawah kanan,Titik tengah bawah,dan Titik kiri bawah.
e. Rongga panggul
Berisi kandung kemih, sebagian usus besar, dan organ reproduksi dalam
Sistem dalam tubuh manusia
Agar dapat hidup tubuh manusia memiliki beberapa sistem:
1. Sistem Rangka (kerangka/skeleton)
a. Menopang bagian tubuh
b. Melindungi organ tubuh
c. Tempat melekat otot dan pergerakan tubuh
d. Memberi bentuk bangunan tubuh
2. Sistem Otot (muskularis)
Memungkinkan tubuh dapat bergerak
3. Sistem pernapasan (respirasi)
Pernapasan bertanggung jawab untuk memasukkan oskigen dari udara bebas ke dalam darah dan
mengeluarkan karbondioksida dari tubuh.
4. Sistem peredaran darah (sirkulasi)
Sistem ini berfungsi untuk mengalirkan darah ke seluruh tubuh.
5. Sistem saraf (nervus)
Mengatur hampir semua fungsi tubuh manusia. Mulai dari yang disadari sampai yang tidak disadari
6. Sistem pencernaan (digestif)
Berfungsi untuk mencernakan makanan yang masuk dalam tubuh sehingga siap masuk ke dalam darah dan
siap untuk dipakai oleh tubuh
7. Sistem Klenjar Buntu (endokrin)
8. Sistem Kemih (urinarius)
9. Kulit
10.Panca Indera
11.Sistem Reproduksi
BAB I PERTOLONGAN PERTAMA
DASAR PERTOLONGAN PERTAMA
BAB I. DASAR PERTOLONGAN PERTAMA
Pemberian pertolongan segera kepada penderita sakit atau korban kecelakaan yang memerlukan penanganan medis dasar untuk mencegah cacat atau maut.
Tujuan Pertolongan Pertama
1. Menyelamatkan jiwa penderita
2. Mencegah cacat
3. Memberikan rasa nyaman dan menunjang proses penyembuhan
Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu
Dalam perkembangannya tindakan pertolongan pertama diharapkan menjadi bagian dari suatu sistem yang dikenal dengan istilah Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu, yaitu sistem pelayanan kedaruratan bagi masyarakat yang membutuhkan, khususnya di bidang kesehatan.
Komponen Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu:
1. Akses dan Komunikasi
Masyarakat harus mengetahui kemana mereka harus meminta bantuan, baik yang umum maupun yang khusus.
2. Pelayanan Pra Rumah Sakit
Secara umum semua orang boleh memberikan pertolongan.
Klasifikasi Penolong:
a. Orang Awam
Tidak terlatih atau memiliki sedikit pengetahuan pertolongan pertama
b. Penolong pertama
Kualifikasi ini yang dicapai oleh KSR PMI
c. Tenaga Khusus/Terlatih
Tenaga yang dilatih secara khusus untuk menanggulangi kedaruratan di Lapangan
3. Tansportasi
Mempersiapkan penderita untuk ditransportasi
Dasar Hukum
Di dalam undang-undang ditemukan beberapa pasal yang mengatur mengenai Pertolongan Pertama, namun belum dikuatkan dengan peraturan lain untuk melengkapinya. Beberapa pasal yang berhubungan dengan Pertolongan Pertama antara lain :
Pasal 531 K U H Pidana
“Barang siapa menyaksikan sendiri ada orang didalam keadaan bahaya maut, lalai memberikan atau
mengadakan pertolongan kepadanya sedang pertolongan itu dapat diberikannya atau diadakannya
dengan tidak akan menguatirkan, bahwa ia sendiri atau orang lain akan kena bahaya dihukum
kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-. Jika orang yang
perlu ditolong itu mati, diancam dengan : KUHP 45, 165, 187, 304 s, 478, 525, 566”
Persetujuan Pertolongan
Saat memberikan pertolongan sangat penting untuk meminta izin kepada korban terlebih dahulu atau kepada keluarga, orang disekitar bila korban tidak sadar. Ada 2 macam izin yang dikenal dalam pertolongan pertama :
1. Persetujuan yang dianggap diberikan atau tersirat (Implied Consent)
Persetujuan yang diberikan pendarita sadar dengan cara memberikan isyarat, atau penderita tidak
sadar, atau pada anak kecil yang tidak mampu atau dianggap tidak mampu memberikan persetujuan
2. Pesetujuan yang dinyatakan (Expressed Consent)
Persetujuan yang dinyatakan secara lisan maupun tulisan oleh penderita.
Alat Perlindungan Diri
Keamanan penolong merupakan hal yang sangat penting, sebaiknya dilengkapi dengan peralatan yang dikenal sebagai Alat Perlindungan Diri antara lain :
a. Sarung tangan lateks
Pada dasarnya semua cairan tubuh dianggap dapat menularkan penyakit.
b. Kaca mata pelindung
Mata juga termasuk pintu gerbang masuknya penyakit kedalam tubuh manusia
c. Baju pelindung
Mengamankan tubuh penolong dari merembesnya carian tubuh melalui pakaian.
d. Masker penolong
Mencegah penularan penyakit melalui udara
e. Masker Resusitasi Jantung Paru
Masker yang dipergunakan untuk memberikan bantuan napas
f. Helm
Seiring risiko adanya benturan pada kepala meningkat. Helm dapat mencegah terjadinya cedera pada
kepala saat melakukan pertolongan.
Kewajiban Pelaku Pertolongan Pertama
Dalam menjalankan tugasnya ada beberapa kewajiban yang harus dilakukan :
a. Menjaga keselamatan diri, anggota tim, penderita dan orang sekitarnya.
b. Dapat menjangkau penderita.
c. Dapat mengenali dan mengatasi masalah yang mengancam nyawa.
d. Meminta bantuan/rujukan.
e. Memberikan pertolongan dengan cepat dan tepat berdasarkan keadaan korban
f. Membantu pelaku pertolongan pertama lainnya.
g. Ikut menjaga kerahasiaan medis penderita.
h. Melakukan komunikasi dengan petugas lain yang terlibat.
i. Mempersiapkan penderita untuk ditransportasi.
Kualifikasi Pelaku Pertolongan Pertama
Agar dapat menjalankan tugas seorang petugas penolong harus memiliki kualifikasi sebagai berikut :
a. Jujur dan bertanggungjawab.
b. Memiliki sikap profesional.
c. Kematangan emosi.
d. Kemampuan bersosialisasi.
e. Kemampuannya nyata terukur sesuai sertifikasi PMI. Secara berkesinambungan mengikuti kursus
penyegaran.
f. Selalu dalam keadaan siap, khususnya secara fisik
g. Mempunyai rasa bangga.
Fungsi Alat dan Bahan Dasar
Dalam menjalankan tugasnya ada beberapa peralatan dasar yang sebaiknya tersedia dan mampu digunakan oleh penolong di antaranya :
1. Alat dan bahan memeriksa korban
2. Alat dan bahan perawatan luka
3. Alat dan bahan perawatan patah tulang
4. Alat untuk memindahkan penderita
5. Alat lain yang dianggap perlu sesuai dengan kemampuan
BAB I. DASAR PERTOLONGAN PERTAMA
Pemberian pertolongan segera kepada penderita sakit atau korban kecelakaan yang memerlukan penanganan medis dasar untuk mencegah cacat atau maut.
Tujuan Pertolongan Pertama
1. Menyelamatkan jiwa penderita
2. Mencegah cacat
3. Memberikan rasa nyaman dan menunjang proses penyembuhan
Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu
Dalam perkembangannya tindakan pertolongan pertama diharapkan menjadi bagian dari suatu sistem yang dikenal dengan istilah Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu, yaitu sistem pelayanan kedaruratan bagi masyarakat yang membutuhkan, khususnya di bidang kesehatan.
Komponen Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu:
1. Akses dan Komunikasi
Masyarakat harus mengetahui kemana mereka harus meminta bantuan, baik yang umum maupun yang khusus.
2. Pelayanan Pra Rumah Sakit
Secara umum semua orang boleh memberikan pertolongan.
Klasifikasi Penolong:
a. Orang Awam
Tidak terlatih atau memiliki sedikit pengetahuan pertolongan pertama
b. Penolong pertama
Kualifikasi ini yang dicapai oleh KSR PMI
c. Tenaga Khusus/Terlatih
Tenaga yang dilatih secara khusus untuk menanggulangi kedaruratan di Lapangan
3. Tansportasi
Mempersiapkan penderita untuk ditransportasi
Dasar Hukum
Di dalam undang-undang ditemukan beberapa pasal yang mengatur mengenai Pertolongan Pertama, namun belum dikuatkan dengan peraturan lain untuk melengkapinya. Beberapa pasal yang berhubungan dengan Pertolongan Pertama antara lain :
Pasal 531 K U H Pidana
“Barang siapa menyaksikan sendiri ada orang didalam keadaan bahaya maut, lalai memberikan atau
mengadakan pertolongan kepadanya sedang pertolongan itu dapat diberikannya atau diadakannya
dengan tidak akan menguatirkan, bahwa ia sendiri atau orang lain akan kena bahaya dihukum
kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-. Jika orang yang
perlu ditolong itu mati, diancam dengan : KUHP 45, 165, 187, 304 s, 478, 525, 566”
Persetujuan Pertolongan
Saat memberikan pertolongan sangat penting untuk meminta izin kepada korban terlebih dahulu atau kepada keluarga, orang disekitar bila korban tidak sadar. Ada 2 macam izin yang dikenal dalam pertolongan pertama :
1. Persetujuan yang dianggap diberikan atau tersirat (Implied Consent)
Persetujuan yang diberikan pendarita sadar dengan cara memberikan isyarat, atau penderita tidak
sadar, atau pada anak kecil yang tidak mampu atau dianggap tidak mampu memberikan persetujuan
2. Pesetujuan yang dinyatakan (Expressed Consent)
Persetujuan yang dinyatakan secara lisan maupun tulisan oleh penderita.
Alat Perlindungan Diri
Keamanan penolong merupakan hal yang sangat penting, sebaiknya dilengkapi dengan peralatan yang dikenal sebagai Alat Perlindungan Diri antara lain :
a. Sarung tangan lateks
Pada dasarnya semua cairan tubuh dianggap dapat menularkan penyakit.
b. Kaca mata pelindung
Mata juga termasuk pintu gerbang masuknya penyakit kedalam tubuh manusia
c. Baju pelindung
Mengamankan tubuh penolong dari merembesnya carian tubuh melalui pakaian.
d. Masker penolong
Mencegah penularan penyakit melalui udara
e. Masker Resusitasi Jantung Paru
Masker yang dipergunakan untuk memberikan bantuan napas
f. Helm
Seiring risiko adanya benturan pada kepala meningkat. Helm dapat mencegah terjadinya cedera pada
kepala saat melakukan pertolongan.
Kewajiban Pelaku Pertolongan Pertama
Dalam menjalankan tugasnya ada beberapa kewajiban yang harus dilakukan :
a. Menjaga keselamatan diri, anggota tim, penderita dan orang sekitarnya.
b. Dapat menjangkau penderita.
c. Dapat mengenali dan mengatasi masalah yang mengancam nyawa.
d. Meminta bantuan/rujukan.
e. Memberikan pertolongan dengan cepat dan tepat berdasarkan keadaan korban
f. Membantu pelaku pertolongan pertama lainnya.
g. Ikut menjaga kerahasiaan medis penderita.
h. Melakukan komunikasi dengan petugas lain yang terlibat.
i. Mempersiapkan penderita untuk ditransportasi.
Kualifikasi Pelaku Pertolongan Pertama
Agar dapat menjalankan tugas seorang petugas penolong harus memiliki kualifikasi sebagai berikut :
a. Jujur dan bertanggungjawab.
b. Memiliki sikap profesional.
c. Kematangan emosi.
d. Kemampuan bersosialisasi.
e. Kemampuannya nyata terukur sesuai sertifikasi PMI. Secara berkesinambungan mengikuti kursus
penyegaran.
f. Selalu dalam keadaan siap, khususnya secara fisik
g. Mempunyai rasa bangga.
Fungsi Alat dan Bahan Dasar
Dalam menjalankan tugasnya ada beberapa peralatan dasar yang sebaiknya tersedia dan mampu digunakan oleh penolong di antaranya :
1. Alat dan bahan memeriksa korban
2. Alat dan bahan perawatan luka
3. Alat dan bahan perawatan patah tulang
4. Alat untuk memindahkan penderita
5. Alat lain yang dianggap perlu sesuai dengan kemampuan
PENILAIAN
PENILAIAN
Saat menemukan penderita ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk menentukan tindakan selanjutnya, baik itu untuk mengatasi situasi maupun untuk mengatasi korbannya.
Langkah – langkah penilaian pada penderita :
a. Penilaian Keadaan
b. Penilaian Dini
c. Pemeriksaan Fisik
d. Riwayat Penderita
e. Pemeriksaan Berkala atau Lanjut
f. Serah terima dan pelaporan
Penilaian keadaan
Penilaian keadaan dilakukan untuk memastikan situasi yang dihadapi dalam suatu upaya pertolongan. Sebagai penolong kita harus memastikan apa yang sebenarnya kita hadapai, apakah ada bahaya susulan atau hal yang dapat membahayakan seorang penolong. Ingatlah selalu bahwa seorang atau lebih sudah menjadi korban, jangan ditambah lagi dengan penolong yang menjadi korban. Keselamatan penolong adalah nomor satu.
Keamanan lokasi
Pelaku pertolongan pertama saat mencapai lokasi kejadian, haruslah tanggap dan dengan serta merta melakukan penilaian keadaan dengan mengajukan pertanyaan – pertanyaan seperti dibawah.
a. Bagaimana kondisi saat itu
b. Kemungkinan apa saja yang akan terjadi
c. Bagaimana mengatasinya
Setelah keadaan di atasi barulah kita mendekati dan menolong korban. Adakalanya kedua ini berjalan bersamaan.
Tindakan saat tiba di lokasi
Bila anda sudah memastikan bahwa keadaan aman maka tindakan selanjutnya adalah :
1. Memastikan keselamatan penolong, penderita, dan orang-orang di sekitar lokasi kejadian.
2. Penolong harus memperkenalkan diri, bila memungkinkan:
• Nama Penolong
• Nama Organisasi
• Permintaan izin untuk menolong dari penderita / orang
3. Menentukan keadaan umum kejadian (mekanisme cedera) dan mulai melakukan penilaian dini dari
penderita.
4. Mengenali dan mengatasi gangguan / cedera yang mengancam nyawa.
5. Stabilkan penderita dan teruskan pemantauan.
6. Minta bantuan.
Sumber Informasi
Informasi tambahan mengenai kasus yang kita hadapi dapat diperoleh dari :
• Kejadian itu sendiri.
• Penderita (bila sadar).
• Keluarga atau saksi.
• Mekanisme kejadian.
• Perubahan bentuk yang nyata atau cedera yang jelas.
• Gejala atau tanda khas suatu cedera atau penyakit.
Penilaian Dini
Penolong harus mampu segera mampu untuk mengenali dan mengatasi keadaan yang mengancam nyawa korban.
Langkah-langkah penilaian dini :
a. Kesan umum
Seiring mendekati penderita, penolong harus mementukan apakah situasi penderita tergolong kasus
trauma atau kasus medis.
Kasus Trauma : Mempunyai tanda – tanda yang jelas terlihat atau teraba.
Kasus Medis : Tanpa tanda – tanda yang terlihat atau teraba
b. Periksa Respon
Cara sederhana untuk mendapatkan gambaran gangguan yang berkaitan dengan otak penderita
Terdapat 4 tingkat Respons penderita :
A = Awas
Penderita sadar dan mengenali keberadaan dan lingkungannya.
S = Suara
Penderita hanya menjawab/bereaksi bila dipanggil atau mendengar suara.
N = Nyeri
Penderita hanya bereaksi terhadap rangsang nyeri yang diberikan oleh penolong, misalnya dicubit,
tekanan pada tulang dada.
Catatan :
untuk saat ini, penekanan pada tulang dada sudah tidak diperbolehkan lagi untuk menjaga
kemungkinan kalau di daerah tersebut (dada) terjadi cedera, sehingga apabila dilakukan
penekanan akan menambah parah cedera tersebut.
T = Tidak respon
Penderita tidak bereaksi terhadap rangsang apapun yang diberikan oleh penolong. Tidak membuka
mata, tidak bereaksi terhadap suara atau sama sekali tidak bereaksi pada rangsang nyeri.
c. Memastikan jalan napas terbuka dengan baik (Airway).
Jalan napas merupakan pintu gerbang masuknya oksigen ke dalam tubuh manusia. Apapaun usaha yang
dilakukan, namun bila jalan napas tertutup semuanya akan gagal.
1. Pasien dengan respon
Cara sederhana untuk menilai adalah dengan memperhatikan peserta saat berbicara. Adanya gangguan
jalan napas biasanya akan berakibat pada gangguan bicara.
2. Pasien yang tidak respon
Pada penderita yang tidak respon, penolonglah yang harus mengambil inisiatif untuk membuka jalan
napas. Cara membuka jalan napas yang dianjurkan adalah angkat dagu tekan dahi. Pastikan juga
mulut korban bersih, tidak ada sisa makanan atau benda lain yang mungkin menyumbat saluran napas.
d. Menilai pernapasan (Breathing)
Periksa ada tidaknya napas dengan jalan lihat, dengar dan rasakan, nilai selama 3 – 5 detik.
Pernapasan yang cukup baik mempunyai tanda :
1. Dada naik dan turun secara penuh
2. Bernapas mudah dan lancar
3. Kualitas pernapasan normal
(<8 x/menit dewasa, <10 x/menit anak – anak, 20 x/menit bayi)
Pernapasan yang kurang baik
1. Dada tidak naik atau turun secara penuh
2. Terdapat kesulitan bernapas
3. Cyanosis (warna biru/abu – abu pada kulit, bibir, atau kuku)
4. Kualitas pernapasan tidak normal
e. Menilai sirkulasi dan menghentikan perdarahan berat
Pastikan denyut jantung cukup baik Pastikan bahwa tidak ada perdarahan yang dapat mengancam nyawa
yang tidak terlihat. Pakaian tebal dapat mengumpulkan darah dalam jumlah yang cukup banyak.
f. Hubungi bantuan
Mintalah bantuan kepada orang lain atau tenaga terlatih lain. Pesan yang disampaikan harus singkat,
jelas dan lengkap.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan rinci dan sistematis mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Tiga metode pemeriksaan fisik:
1. Penglihatan (Inspection)
2. Perabaan (Palpation)
3. Pendengaran (Auscultation)
Jangan banyak membuang waktu untuk melakukan pemeriksaan secara rinci. Lakukan secara cepat tetapi pastikan tidak ada yang terlewat. Pemeriksaan fisik memastikan bahwa tidak ada yang terlewat.
Beberapa hal yang dapat dicari pada saat memeriksa korban :
P : Perubahan bentuk (Deformities) - caranya : bandingkan sisi sakit dengan yang sehat
L : Luka Terbuka (Open Ijuries) - caranya : biasanya terlihat adanya darah
N : Nyeri (Tenderness) - caranya : daerah yang cedera lunak bila ditekan
B : Bengkak (Swelling) - caranya : daerah yang cedera mengalami pembengkakan
Beberapa tanda cedera mungkin dapat jelas terlihat, banyak yang tidak terlihat dan menyimpan serius cedera potensial.
Dengarkan penderita. Dengan mendengarkan dapat menunjukkan kepedulian dan memungkinkan mendapat informasi.
Pemeriksaan fisik (Head to Toe)
Amati dan raba (menggunakan kedua tangan dan dengan tekanan), bandingkan (simetry), cium bau yang tidak biasa dan dengarkan (suara napas atau derit anggota tubuh), dalam urutan berikut:
1. Kepala
a. Kulit Kepala dan Tengkorak
b. Telinga dan Hidung
c. Pupil Mata
d. Mulut
2. Leher
3. Dada
a. Periksa perubahan bentuk, luka terbuka, atau perubahan kekerasan
b. Rasakan perubahan bentuk tulang rusuk sampai ke tulang belakang
c. Lakukan perabaan pada tulang
4. Abdomen
a. Periksa rigiditas (kekerasan)
b. Periksa potensial luka dan infeksi
c. Mungkin terjadi cedera tidak terlihat, lakukan perabaan
d. Periksa adanya pembengkakan
5. Punggung
a. Periksa perubahan bentuk pada tulang rusuk
b. Periksa perubahan bentuk sepanjang tulang belakang
6. Pelvis
7. Alat gerak atas
8. Alat gerak bawah
Pemeriksaan tanda vital
1. Frekuensi nadi : termasuk kualitas denyutnya, kuat atau lemah, teratur atau tidak.
2. Frekuensi napas: juga apakah proses bernapas terjadi secara mudah, atau ada usaha bernapas,
adakah tanda-tanda sesak napas.
3. Tekanan darah
4. Suhu : diperiksa suhu relatif pada dahi penderita. Periksa juga kondisi kulit: kering,
berkeringat, kemerahan, perubahan warna dan lainnya.
Denyut Nadi Normal :
Bayi : 120 - 150 x / menit
Anak : 80 - 150 x / menit
Dewasa: 60 - 90 x / menit
Frekuensi Pernapasan Normal:
Bayi : 25 - 50 x / menit
Anak : 15 - 30 x / menit
Dewasa : 12 - 20 x / menit
Riwayat Penderita
Selain melakukan pemeriksaan, jika memungkinkan dilakukan wawancara untuk mendapatkan data tambahan. Wawancara sangat penting jika menemukan korban dengan penyakit.
Mengingat wawancara yang dilakukan dapat berkembang sangat luas, untuk membantu digunakan akronim : KOMPAK
K = Keluhan Utama (gejala dan tanda)sesuatu yang sangat dikeluhkan penderita
O = Obat-obatan yang diminum.
Pengobatan yang sedang dijalani penderita atau obat yang baru saja diminum atau obat yang
seharusnya diminum namun ternyata belum diminum.
M = Makanan/minuman terakhir
Peristiwa ini mungkin menjadi dasar terjadinya kehilangan respon pada penderita. Selain itu
data ini juga penting untuk diketahui bila ternyata penderita harus menjalani pembedahan
kemudian di rumah sakit.
P = Penyakit yang diderita
Riwayat penyakit yang diderita atau pernah diderita yang mungkin berhubungan dengan keadaan
yang dialami penderita pada saat ini, misalnya keluhan sesak napas dengan riwayat gangguan
jantung tiga tahun yang lalu.
A = Alergi yang dialami.
Perlu dicari apakah penyebab kelainan pada pasien ini mungkin merupakan suatu bentuk alergi,
biasanya penderita atau keluarganya sudah mengetahuinya
K = Kejadian.
Kejadian yang dialami korban, sebelum kecelakaan atau sebelum timbulnya gejala dan tanda
penyakit yang diderita saat ini.
Wawancara ini dapat dilakukan sambil memeriksa korban, tidak perlu menunggu sampai pemeriksaan selesai dilakukan.
Pemeriksaan Berkelanjutan
Setelah selesai melakukan pemeriksaan dan tindakan, selanjutnya lakukan pemeriksaan berkala, sesuai dengan berat ringannya kasus yang kita hadapi.
Pada kasus yang dianggap berat, pemeriksaan berkala dilakukan setiap 5 menit, sedangkan pada kasus yang ringan dapat dilakukan setiap 15 menit sekali.
Beberapa hal yang dapat dilakukan pada pemeriksaan berkala adalah :
1. Keadaan respon
2. Nilai kembali jalan napas dan perbaiki bila perlu
3. Nilai kembali pernapasan, frekuensi dan kualitasnya
4. Periksa kembali nadi penderita dan bila perlu lakukan secara rinci bila waktu memang tersedia.
5. Nilai kembali keadaan kulit : suhu, kelembaban dan kondisinya Periksa kembali dari ujung kepala
sampai ujung kaki, mungkin ada bagian yang terlewat atau membutuhkan pemeriksaan yang lebih teliti.
6. Periksa kembali secara seksama mungkin ada bagian yang belum diperiksa atau sengaja dilewati karena
melakukan pemeriksaan terarah.
7. Nilai kembali penatalaksanaan penderita, apakah sudah baik atau masih perlu ada tindakan lainnya.
Periksa kembali semua pembalutan, pembidaian apakah masih cukup kuat, apakah perdarahan sudah dapat
di atasi, ada bagian yang belum terawat.
8. Pertahankan komunikasi dengan penderita untuk menjaga rasa aman dan nyaman
Pelaporan dan Serah terima
Biasakanlah untuk membuat laporan secara tertulis. Laporan ini berguna sebagai catatan anda, PMI dan bukti medis.
Hal-hal yang sebaiknya dilaporkan adalah :
• Umur dan jenis kelamin penderita
• Keluhan Utama
• Tingkat respon
• Keadaan jalan napas
• Pernapasan
• Sirkulasi
• Pemeriksaan Fisik yang penting
• KOMPAK yang penting
• Penatalaksanaan
• Perkembangan lainnya yang dianggap penting
Bila ada formulirnya sertakan form laporan ini kepada petugas yang mengambil alih korban dari tangan anda.
Serah terima dapat dilakukan di lokasi, yaitu saat tim bantuan datang ke tempat anda, atau anda yang mendatangi fasilitas kesehatan.
Saat menemukan penderita ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk menentukan tindakan selanjutnya, baik itu untuk mengatasi situasi maupun untuk mengatasi korbannya.
Langkah – langkah penilaian pada penderita :
a. Penilaian Keadaan
b. Penilaian Dini
c. Pemeriksaan Fisik
d. Riwayat Penderita
e. Pemeriksaan Berkala atau Lanjut
f. Serah terima dan pelaporan
Penilaian keadaan
Penilaian keadaan dilakukan untuk memastikan situasi yang dihadapi dalam suatu upaya pertolongan. Sebagai penolong kita harus memastikan apa yang sebenarnya kita hadapai, apakah ada bahaya susulan atau hal yang dapat membahayakan seorang penolong. Ingatlah selalu bahwa seorang atau lebih sudah menjadi korban, jangan ditambah lagi dengan penolong yang menjadi korban. Keselamatan penolong adalah nomor satu.
Keamanan lokasi
Pelaku pertolongan pertama saat mencapai lokasi kejadian, haruslah tanggap dan dengan serta merta melakukan penilaian keadaan dengan mengajukan pertanyaan – pertanyaan seperti dibawah.
a. Bagaimana kondisi saat itu
b. Kemungkinan apa saja yang akan terjadi
c. Bagaimana mengatasinya
Setelah keadaan di atasi barulah kita mendekati dan menolong korban. Adakalanya kedua ini berjalan bersamaan.
Tindakan saat tiba di lokasi
Bila anda sudah memastikan bahwa keadaan aman maka tindakan selanjutnya adalah :
1. Memastikan keselamatan penolong, penderita, dan orang-orang di sekitar lokasi kejadian.
2. Penolong harus memperkenalkan diri, bila memungkinkan:
• Nama Penolong
• Nama Organisasi
• Permintaan izin untuk menolong dari penderita / orang
3. Menentukan keadaan umum kejadian (mekanisme cedera) dan mulai melakukan penilaian dini dari
penderita.
4. Mengenali dan mengatasi gangguan / cedera yang mengancam nyawa.
5. Stabilkan penderita dan teruskan pemantauan.
6. Minta bantuan.
Sumber Informasi
Informasi tambahan mengenai kasus yang kita hadapi dapat diperoleh dari :
• Kejadian itu sendiri.
• Penderita (bila sadar).
• Keluarga atau saksi.
• Mekanisme kejadian.
• Perubahan bentuk yang nyata atau cedera yang jelas.
• Gejala atau tanda khas suatu cedera atau penyakit.
Penilaian Dini
Penolong harus mampu segera mampu untuk mengenali dan mengatasi keadaan yang mengancam nyawa korban.
Langkah-langkah penilaian dini :
a. Kesan umum
Seiring mendekati penderita, penolong harus mementukan apakah situasi penderita tergolong kasus
trauma atau kasus medis.
Kasus Trauma : Mempunyai tanda – tanda yang jelas terlihat atau teraba.
Kasus Medis : Tanpa tanda – tanda yang terlihat atau teraba
b. Periksa Respon
Cara sederhana untuk mendapatkan gambaran gangguan yang berkaitan dengan otak penderita
Terdapat 4 tingkat Respons penderita :
A = Awas
Penderita sadar dan mengenali keberadaan dan lingkungannya.
S = Suara
Penderita hanya menjawab/bereaksi bila dipanggil atau mendengar suara.
N = Nyeri
Penderita hanya bereaksi terhadap rangsang nyeri yang diberikan oleh penolong, misalnya dicubit,
tekanan pada tulang dada.
Catatan :
untuk saat ini, penekanan pada tulang dada sudah tidak diperbolehkan lagi untuk menjaga
kemungkinan kalau di daerah tersebut (dada) terjadi cedera, sehingga apabila dilakukan
penekanan akan menambah parah cedera tersebut.
T = Tidak respon
Penderita tidak bereaksi terhadap rangsang apapun yang diberikan oleh penolong. Tidak membuka
mata, tidak bereaksi terhadap suara atau sama sekali tidak bereaksi pada rangsang nyeri.
c. Memastikan jalan napas terbuka dengan baik (Airway).
Jalan napas merupakan pintu gerbang masuknya oksigen ke dalam tubuh manusia. Apapaun usaha yang
dilakukan, namun bila jalan napas tertutup semuanya akan gagal.
1. Pasien dengan respon
Cara sederhana untuk menilai adalah dengan memperhatikan peserta saat berbicara. Adanya gangguan
jalan napas biasanya akan berakibat pada gangguan bicara.
2. Pasien yang tidak respon
Pada penderita yang tidak respon, penolonglah yang harus mengambil inisiatif untuk membuka jalan
napas. Cara membuka jalan napas yang dianjurkan adalah angkat dagu tekan dahi. Pastikan juga
mulut korban bersih, tidak ada sisa makanan atau benda lain yang mungkin menyumbat saluran napas.
d. Menilai pernapasan (Breathing)
Periksa ada tidaknya napas dengan jalan lihat, dengar dan rasakan, nilai selama 3 – 5 detik.
Pernapasan yang cukup baik mempunyai tanda :
1. Dada naik dan turun secara penuh
2. Bernapas mudah dan lancar
3. Kualitas pernapasan normal
(<8 x/menit dewasa, <10 x/menit anak – anak, 20 x/menit bayi)
Pernapasan yang kurang baik
1. Dada tidak naik atau turun secara penuh
2. Terdapat kesulitan bernapas
3. Cyanosis (warna biru/abu – abu pada kulit, bibir, atau kuku)
4. Kualitas pernapasan tidak normal
e. Menilai sirkulasi dan menghentikan perdarahan berat
Pastikan denyut jantung cukup baik Pastikan bahwa tidak ada perdarahan yang dapat mengancam nyawa
yang tidak terlihat. Pakaian tebal dapat mengumpulkan darah dalam jumlah yang cukup banyak.
f. Hubungi bantuan
Mintalah bantuan kepada orang lain atau tenaga terlatih lain. Pesan yang disampaikan harus singkat,
jelas dan lengkap.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan rinci dan sistematis mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Tiga metode pemeriksaan fisik:
1. Penglihatan (Inspection)
2. Perabaan (Palpation)
3. Pendengaran (Auscultation)
Jangan banyak membuang waktu untuk melakukan pemeriksaan secara rinci. Lakukan secara cepat tetapi pastikan tidak ada yang terlewat. Pemeriksaan fisik memastikan bahwa tidak ada yang terlewat.
Beberapa hal yang dapat dicari pada saat memeriksa korban :
P : Perubahan bentuk (Deformities) - caranya : bandingkan sisi sakit dengan yang sehat
L : Luka Terbuka (Open Ijuries) - caranya : biasanya terlihat adanya darah
N : Nyeri (Tenderness) - caranya : daerah yang cedera lunak bila ditekan
B : Bengkak (Swelling) - caranya : daerah yang cedera mengalami pembengkakan
Beberapa tanda cedera mungkin dapat jelas terlihat, banyak yang tidak terlihat dan menyimpan serius cedera potensial.
Dengarkan penderita. Dengan mendengarkan dapat menunjukkan kepedulian dan memungkinkan mendapat informasi.
Pemeriksaan fisik (Head to Toe)
Amati dan raba (menggunakan kedua tangan dan dengan tekanan), bandingkan (simetry), cium bau yang tidak biasa dan dengarkan (suara napas atau derit anggota tubuh), dalam urutan berikut:
1. Kepala
a. Kulit Kepala dan Tengkorak
b. Telinga dan Hidung
c. Pupil Mata
d. Mulut
2. Leher
3. Dada
a. Periksa perubahan bentuk, luka terbuka, atau perubahan kekerasan
b. Rasakan perubahan bentuk tulang rusuk sampai ke tulang belakang
c. Lakukan perabaan pada tulang
4. Abdomen
a. Periksa rigiditas (kekerasan)
b. Periksa potensial luka dan infeksi
c. Mungkin terjadi cedera tidak terlihat, lakukan perabaan
d. Periksa adanya pembengkakan
5. Punggung
a. Periksa perubahan bentuk pada tulang rusuk
b. Periksa perubahan bentuk sepanjang tulang belakang
6. Pelvis
7. Alat gerak atas
8. Alat gerak bawah
Pemeriksaan tanda vital
1. Frekuensi nadi : termasuk kualitas denyutnya, kuat atau lemah, teratur atau tidak.
2. Frekuensi napas: juga apakah proses bernapas terjadi secara mudah, atau ada usaha bernapas,
adakah tanda-tanda sesak napas.
3. Tekanan darah
4. Suhu : diperiksa suhu relatif pada dahi penderita. Periksa juga kondisi kulit: kering,
berkeringat, kemerahan, perubahan warna dan lainnya.
Denyut Nadi Normal :
Bayi : 120 - 150 x / menit
Anak : 80 - 150 x / menit
Dewasa: 60 - 90 x / menit
Frekuensi Pernapasan Normal:
Bayi : 25 - 50 x / menit
Anak : 15 - 30 x / menit
Dewasa : 12 - 20 x / menit
Riwayat Penderita
Selain melakukan pemeriksaan, jika memungkinkan dilakukan wawancara untuk mendapatkan data tambahan. Wawancara sangat penting jika menemukan korban dengan penyakit.
Mengingat wawancara yang dilakukan dapat berkembang sangat luas, untuk membantu digunakan akronim : KOMPAK
K = Keluhan Utama (gejala dan tanda)sesuatu yang sangat dikeluhkan penderita
O = Obat-obatan yang diminum.
Pengobatan yang sedang dijalani penderita atau obat yang baru saja diminum atau obat yang
seharusnya diminum namun ternyata belum diminum.
M = Makanan/minuman terakhir
Peristiwa ini mungkin menjadi dasar terjadinya kehilangan respon pada penderita. Selain itu
data ini juga penting untuk diketahui bila ternyata penderita harus menjalani pembedahan
kemudian di rumah sakit.
P = Penyakit yang diderita
Riwayat penyakit yang diderita atau pernah diderita yang mungkin berhubungan dengan keadaan
yang dialami penderita pada saat ini, misalnya keluhan sesak napas dengan riwayat gangguan
jantung tiga tahun yang lalu.
A = Alergi yang dialami.
Perlu dicari apakah penyebab kelainan pada pasien ini mungkin merupakan suatu bentuk alergi,
biasanya penderita atau keluarganya sudah mengetahuinya
K = Kejadian.
Kejadian yang dialami korban, sebelum kecelakaan atau sebelum timbulnya gejala dan tanda
penyakit yang diderita saat ini.
Wawancara ini dapat dilakukan sambil memeriksa korban, tidak perlu menunggu sampai pemeriksaan selesai dilakukan.
Pemeriksaan Berkelanjutan
Setelah selesai melakukan pemeriksaan dan tindakan, selanjutnya lakukan pemeriksaan berkala, sesuai dengan berat ringannya kasus yang kita hadapi.
Pada kasus yang dianggap berat, pemeriksaan berkala dilakukan setiap 5 menit, sedangkan pada kasus yang ringan dapat dilakukan setiap 15 menit sekali.
Beberapa hal yang dapat dilakukan pada pemeriksaan berkala adalah :
1. Keadaan respon
2. Nilai kembali jalan napas dan perbaiki bila perlu
3. Nilai kembali pernapasan, frekuensi dan kualitasnya
4. Periksa kembali nadi penderita dan bila perlu lakukan secara rinci bila waktu memang tersedia.
5. Nilai kembali keadaan kulit : suhu, kelembaban dan kondisinya Periksa kembali dari ujung kepala
sampai ujung kaki, mungkin ada bagian yang terlewat atau membutuhkan pemeriksaan yang lebih teliti.
6. Periksa kembali secara seksama mungkin ada bagian yang belum diperiksa atau sengaja dilewati karena
melakukan pemeriksaan terarah.
7. Nilai kembali penatalaksanaan penderita, apakah sudah baik atau masih perlu ada tindakan lainnya.
Periksa kembali semua pembalutan, pembidaian apakah masih cukup kuat, apakah perdarahan sudah dapat
di atasi, ada bagian yang belum terawat.
8. Pertahankan komunikasi dengan penderita untuk menjaga rasa aman dan nyaman
Pelaporan dan Serah terima
Biasakanlah untuk membuat laporan secara tertulis. Laporan ini berguna sebagai catatan anda, PMI dan bukti medis.
Hal-hal yang sebaiknya dilaporkan adalah :
• Umur dan jenis kelamin penderita
• Keluhan Utama
• Tingkat respon
• Keadaan jalan napas
• Pernapasan
• Sirkulasi
• Pemeriksaan Fisik yang penting
• KOMPAK yang penting
• Penatalaksanaan
• Perkembangan lainnya yang dianggap penting
Bila ada formulirnya sertakan form laporan ini kepada petugas yang mengambil alih korban dari tangan anda.
Serah terima dapat dilakukan di lokasi, yaitu saat tim bantuan datang ke tempat anda, atau anda yang mendatangi fasilitas kesehatan.
10 Fakta tentang Kedudukan Lambang Palang Merah
1. Lambang palang merah merupakan lambang pembeda yang penggunaannya dilindungi oleh Konvensi Jenewa 1949.
2. Sebagai lambang pembeda, maka Lambang palang merah berfungsi sebagai tanda pelindung, dimana penggunanya mendapatkan perlindungan untuk tidak boleh dijadikan sasaran pertempuran pada saat terjadi perang.
3. Selain sebagai tanda pelindung, lambang palang merah juga berfungsi sebagai tanda pengenal, dimana penggunanya menandakan bahwa yang bersangkutan adalah terkait dengan pihak-pihak yang dilindungi oleh Konvensi Jenewa 1949 yaitu kesatuan medis angkatan perang suatu Negara dan perhimpunan nasional suatu Negara.
4. Perhimpunan nasional adalah perkumpulan sukarelawan yang dibentuk oleh Negara pihak Konvensi Jenewa 1949 sebagai organisasi kemanusiaan yang diproyeksikan membantu kesatuan medis angkatan perang negaranya. Untuk itu, lambang yang digunakan oleh perhimpunan nasional suatu Negara harus mengacu kepada lambang pembeda yang digunakan oleh kesatuan medis angkatan perang Negaranya. Jika suatu Negara menentukan lambang palang merah sebagai lambang pembeda bagi kesatuan medis angkatan perang Negaranya, maka perhimpunan nasional Negara tersebut juga harus menggunakan lambang palang merah sebagai lambangnya.
5. Perhimpunan nasional yang menggunakan lambang palang merah juga harus menjadi satu-satunya perhimpunan nasional yang didirikan di Negara tersebut. Perhimpunan nasional tersebut juga merupakan anggota dari Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Oleh karenanya harus selalu memegang teguh Tujuh Prinsip Dasar Gerakan, yaitu Kemanusiaan, Kesamaan, Kenetralan, Kemandirian, Kesukarelaan, Kesatuan dan Kesemestaan.
6. Perhimpunan nasional yang menggunakan lambang palang merah, harus memposisikan lambang palang merah sebagai lambang yang netral. Netral dalam bersikap dan netral dalam bekerja. Tidak mengidentifikasikan diri sebagai golongan, kelompok politik atau agama manapun. Juga tidak mendukung salah satu pihak atau aksi maupun pandangan dan pendapat dari suatu pihak dan sebaliknya tidak memusuhi aksi maupun pandangan dan pendapat dari pihak lainnya.
7. Untuk menjamin kenetralan dan perlindungan diwaktu perang, maka lambang palang merah pun harus dilindungi penggunaannya diwaktu damai, agar tidak digunakan oleh pihak-pihak yang tidak berhak menggunakannya. Bentuk perlindungan Negara terhadap lambang palang merah adalah mengaturnya dalam suatu perundang-undangan nasional di Negara tersebut.
8. Selain perlindungan terhadap lambang palang merah, undang-undang nasional Negara tesebut pun harus mengatur pula tentang perlindungan terhadap lambang pembeda lain, yaitu lambang bulan sabit merah.
9. Negara yang menetapkan lambang palang merah untuk lambang pembeda bagi kesatuan medis angkatan perang negaranya dan perhimpunan nasional negaramya, tidak boleh mengijinkan penggunaan lambang palang merah atau pun lambang bulan sabit merah dengan tujuan apapun oleh pihak manapun di dalam negaranya, kecuali yang tersebut dalam Konvensi Jenewa 1949 1949.
10. Untuk itu, sama halnya seperti lambang pembeda lain yaitu lambang bulan sabit merah, maka pada lambang palang merah juga berlaku aturan ‘satu Negara - Satu Lambang - Satu Perhimpunan’.
1. Lambang palang merah merupakan lambang pembeda yang penggunaannya dilindungi oleh Konvensi Jenewa 1949.
2. Sebagai lambang pembeda, maka Lambang palang merah berfungsi sebagai tanda pelindung, dimana penggunanya mendapatkan perlindungan untuk tidak boleh dijadikan sasaran pertempuran pada saat terjadi perang.
3. Selain sebagai tanda pelindung, lambang palang merah juga berfungsi sebagai tanda pengenal, dimana penggunanya menandakan bahwa yang bersangkutan adalah terkait dengan pihak-pihak yang dilindungi oleh Konvensi Jenewa 1949 yaitu kesatuan medis angkatan perang suatu Negara dan perhimpunan nasional suatu Negara.
4. Perhimpunan nasional adalah perkumpulan sukarelawan yang dibentuk oleh Negara pihak Konvensi Jenewa 1949 sebagai organisasi kemanusiaan yang diproyeksikan membantu kesatuan medis angkatan perang negaranya. Untuk itu, lambang yang digunakan oleh perhimpunan nasional suatu Negara harus mengacu kepada lambang pembeda yang digunakan oleh kesatuan medis angkatan perang Negaranya. Jika suatu Negara menentukan lambang palang merah sebagai lambang pembeda bagi kesatuan medis angkatan perang Negaranya, maka perhimpunan nasional Negara tersebut juga harus menggunakan lambang palang merah sebagai lambangnya.
5. Perhimpunan nasional yang menggunakan lambang palang merah juga harus menjadi satu-satunya perhimpunan nasional yang didirikan di Negara tersebut. Perhimpunan nasional tersebut juga merupakan anggota dari Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Oleh karenanya harus selalu memegang teguh Tujuh Prinsip Dasar Gerakan, yaitu Kemanusiaan, Kesamaan, Kenetralan, Kemandirian, Kesukarelaan, Kesatuan dan Kesemestaan.
6. Perhimpunan nasional yang menggunakan lambang palang merah, harus memposisikan lambang palang merah sebagai lambang yang netral. Netral dalam bersikap dan netral dalam bekerja. Tidak mengidentifikasikan diri sebagai golongan, kelompok politik atau agama manapun. Juga tidak mendukung salah satu pihak atau aksi maupun pandangan dan pendapat dari suatu pihak dan sebaliknya tidak memusuhi aksi maupun pandangan dan pendapat dari pihak lainnya.
7. Untuk menjamin kenetralan dan perlindungan diwaktu perang, maka lambang palang merah pun harus dilindungi penggunaannya diwaktu damai, agar tidak digunakan oleh pihak-pihak yang tidak berhak menggunakannya. Bentuk perlindungan Negara terhadap lambang palang merah adalah mengaturnya dalam suatu perundang-undangan nasional di Negara tersebut.
8. Selain perlindungan terhadap lambang palang merah, undang-undang nasional Negara tesebut pun harus mengatur pula tentang perlindungan terhadap lambang pembeda lain, yaitu lambang bulan sabit merah.
9. Negara yang menetapkan lambang palang merah untuk lambang pembeda bagi kesatuan medis angkatan perang negaranya dan perhimpunan nasional negaramya, tidak boleh mengijinkan penggunaan lambang palang merah atau pun lambang bulan sabit merah dengan tujuan apapun oleh pihak manapun di dalam negaranya, kecuali yang tersebut dalam Konvensi Jenewa 1949 1949.
10. Untuk itu, sama halnya seperti lambang pembeda lain yaitu lambang bulan sabit merah, maka pada lambang palang merah juga berlaku aturan ‘satu Negara - Satu Lambang - Satu Perhimpunan’.
10 Fakta tentang Kedudukan Lambang Bulan Sabit Merah
1. Lambang bulan sabit merah merupakan lambang pembeda yang penggunaannya dilindungi oleh Konvensi Jenewa 1949 1949.
2. Sebagai lambang pembeda, maka Lambang bulan sabit merah berfungsi sebagai tanda pelindung, dimana penggunanya mendapatkan perlindungan untuk tidak boleh dijadikan sasaran pertempuran pada saat terjadi perang.
3. Selain sebagai tanda pelindung, lambang bulan sabit merah juga berfungsi sebagai tanda pengenal, dimana penggunanya menandakan bahwa yang bersangkutan adalah terkait dengan pihak-pihak yang dilindungi oleh Konvensi Jenewa 1949 1949 yaitu kesatuan medis angkatan perang suatu Negara dan perhimpunan nasional suatu Negara.
4. Perhimpunan nasional adalah perkumpulan sukarelawan yang dibentuk oleh Negara pihak Konvensi Jenewa 1949 sebagai organisasi kemanusiaan yang diproyeksikan membantu kesatuan medis angkatan perang negaranya. Untuk itu, lambang yang digunakan oleh perhimpunan nasional suatu Negara harus mengacu kepada lambang pembeda yang digunakan oleh kesatuan medis angkatan perang Negaranya. Jika suatu Negara menentukan lambang bulan sabit merah sebagai lambang pembeda bagi kesatuan medis angkatan perang Negaranya, maka perhimpunan nasional Negara tersebut juga harus menggunakan lambang bulan sabit merah sebagai lambangnya.
5. Perhimpunan nasional yang menggunakan lambang bulan sabit merah juga harus menjadi satu-satunya perhimpunan nasional yang didirikan di Negara tersebut. Perhimpunan nasional tersebut juga merupakan anggota dari Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Oleh karenanya harus selalu memegang teguh Tujuh Prinsip Dasar Gerakan, yaitu Kemanusiaan, Kesamaan, Kenetralan, Kemandirian, Kesukarelaan, Kesatuan dan Kesemestaan.
6. Perhimpunan nasional yang menggunakan lambang bulan sabit merah, harus memposisikan lambang bulan sabit merah sebagai lambang yang netral. Netral dalam bersikap dan netral dalam bekerja. Tidak mengidentifikasikan diri sebagai golongan, kelompok politik atau agama manapun. Juga tidak mendukung salah satu pihak atau aksi maupun pandangan dan pendapat dari suatu pihak dan sebaliknya tidak memusuhi aksi maupun pandangan dan pendapat dari pihak lainnya.
7. Untuk menjamin kenetralan dan perlindungan diwaktu perang, maka lambang bulan sabit merah pun harus dilindungi penggunaannya diwaktu damai, agar tidak digunakan oleh pihak-pihak yang tidak berhak menggunakannya. Bentuk perlindungan Negara terhadap lambang bulan sabit merah adalah memuatnya dalam suatu perundang-undangan nasional di Negara tersebut.
8. Selain perlindungan terhadap lambang bulan sabit merah, undang-undang nasional Negara tesebut pun harus memuat pula tentang perlindungan terhadap lambang pembeda lain, yaitu lambang palang merah.
9. Negara yang menetapkan lambang bulan sabit merah untuk lambang pembeda bagi kesatuan medis angkatan perang negaranya dan perhimpunan nasional negaramya, tidak boleh mengijinkan penggunaan lambang bulan sabit merah atau pun lambang palang merah dengan tujuan apapun oleh pihak manapun di dalam negaranya, kecuali yang tersebut dalam Konvensi Jenewa 1949 1949.
10. Untuk itu, sama halnya seperti lambang pembeda lain yaitu lambang palang merah, maka pada lambang bulan sabit merah juga berlaku aturan ‘satu Negara - Satu Lambang - Satu Perhimpunan’.
1. Lambang bulan sabit merah merupakan lambang pembeda yang penggunaannya dilindungi oleh Konvensi Jenewa 1949 1949.
2. Sebagai lambang pembeda, maka Lambang bulan sabit merah berfungsi sebagai tanda pelindung, dimana penggunanya mendapatkan perlindungan untuk tidak boleh dijadikan sasaran pertempuran pada saat terjadi perang.
3. Selain sebagai tanda pelindung, lambang bulan sabit merah juga berfungsi sebagai tanda pengenal, dimana penggunanya menandakan bahwa yang bersangkutan adalah terkait dengan pihak-pihak yang dilindungi oleh Konvensi Jenewa 1949 1949 yaitu kesatuan medis angkatan perang suatu Negara dan perhimpunan nasional suatu Negara.
4. Perhimpunan nasional adalah perkumpulan sukarelawan yang dibentuk oleh Negara pihak Konvensi Jenewa 1949 sebagai organisasi kemanusiaan yang diproyeksikan membantu kesatuan medis angkatan perang negaranya. Untuk itu, lambang yang digunakan oleh perhimpunan nasional suatu Negara harus mengacu kepada lambang pembeda yang digunakan oleh kesatuan medis angkatan perang Negaranya. Jika suatu Negara menentukan lambang bulan sabit merah sebagai lambang pembeda bagi kesatuan medis angkatan perang Negaranya, maka perhimpunan nasional Negara tersebut juga harus menggunakan lambang bulan sabit merah sebagai lambangnya.
5. Perhimpunan nasional yang menggunakan lambang bulan sabit merah juga harus menjadi satu-satunya perhimpunan nasional yang didirikan di Negara tersebut. Perhimpunan nasional tersebut juga merupakan anggota dari Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Oleh karenanya harus selalu memegang teguh Tujuh Prinsip Dasar Gerakan, yaitu Kemanusiaan, Kesamaan, Kenetralan, Kemandirian, Kesukarelaan, Kesatuan dan Kesemestaan.
6. Perhimpunan nasional yang menggunakan lambang bulan sabit merah, harus memposisikan lambang bulan sabit merah sebagai lambang yang netral. Netral dalam bersikap dan netral dalam bekerja. Tidak mengidentifikasikan diri sebagai golongan, kelompok politik atau agama manapun. Juga tidak mendukung salah satu pihak atau aksi maupun pandangan dan pendapat dari suatu pihak dan sebaliknya tidak memusuhi aksi maupun pandangan dan pendapat dari pihak lainnya.
7. Untuk menjamin kenetralan dan perlindungan diwaktu perang, maka lambang bulan sabit merah pun harus dilindungi penggunaannya diwaktu damai, agar tidak digunakan oleh pihak-pihak yang tidak berhak menggunakannya. Bentuk perlindungan Negara terhadap lambang bulan sabit merah adalah memuatnya dalam suatu perundang-undangan nasional di Negara tersebut.
8. Selain perlindungan terhadap lambang bulan sabit merah, undang-undang nasional Negara tesebut pun harus memuat pula tentang perlindungan terhadap lambang pembeda lain, yaitu lambang palang merah.
9. Negara yang menetapkan lambang bulan sabit merah untuk lambang pembeda bagi kesatuan medis angkatan perang negaranya dan perhimpunan nasional negaramya, tidak boleh mengijinkan penggunaan lambang bulan sabit merah atau pun lambang palang merah dengan tujuan apapun oleh pihak manapun di dalam negaranya, kecuali yang tersebut dalam Konvensi Jenewa 1949 1949.
10. Untuk itu, sama halnya seperti lambang pembeda lain yaitu lambang palang merah, maka pada lambang bulan sabit merah juga berlaku aturan ‘satu Negara - Satu Lambang - Satu Perhimpunan’.
SEJARAH PALANG MERAH
SEJARAH PALANG MERAH
PALANG MERAH INTERNASIONAL
ARTI PALANG MERAH : Suatu perhimpunan yang anggotanya memberikan pertolongan secara sukarela kepada setiap manusia yang sedang menderita tanpa membeda – bedakan bangsa, golongan, agama dan politik.
SEJARAH
Berawal dengan pecahnya perang antara pasukan Perancis dan Italia melawan Austria pada tahun 1859 di Selferino (Italia Utara), Henry Dunant menyaksikan terjadinya perang tersebut dimana banyak korban perang yang tidak mendapat pertolongan, sehingga timbul ide atau gagasan untuk memberi pertolongan kepada korban perang tersebut. Pengalaman selama beberapa hari bergelut di medan perang, ia tuangkan di dalam buku yang ditulisnya pada tahun 1962 bejudul “ A Memory of Solferino “ (Kenangan di Solferino). Buku tersebut berkisah tentang kondisi yang ditimbulkan oleh peperangan dan mengusulkan agar dibentuk satuan tenaga sukarela yang bernaung di bawah suatu lembaga yang memberikan pertolongan kepada orang yang terluka di medan perang.
1. KOMITE INTERNASIONAL PALANG MERAH ( KIPM )
PALANG MERAH INTERNASIONAL
ARTI PALANG MERAH : Suatu perhimpunan yang anggotanya memberikan pertolongan secara sukarela kepada setiap manusia yang sedang menderita tanpa membeda – bedakan bangsa, golongan, agama dan politik.
SEJARAH
Berawal dengan pecahnya perang antara pasukan Perancis dan Italia melawan Austria pada tahun 1859 di Selferino (Italia Utara), Henry Dunant menyaksikan terjadinya perang tersebut dimana banyak korban perang yang tidak mendapat pertolongan, sehingga timbul ide atau gagasan untuk memberi pertolongan kepada korban perang tersebut. Pengalaman selama beberapa hari bergelut di medan perang, ia tuangkan di dalam buku yang ditulisnya pada tahun 1962 bejudul “ A Memory of Solferino “ (Kenangan di Solferino). Buku tersebut berkisah tentang kondisi yang ditimbulkan oleh peperangan dan mengusulkan agar dibentuk satuan tenaga sukarela yang bernaung di bawah suatu lembaga yang memberikan pertolongan kepada orang yang terluka di medan perang.
1. KOMITE INTERNASIONAL PALANG MERAH ( KIPM )
(International Committee of the Red Cross)
Latar belakang berdirinya
Buku kenangan di Solferino (a memory of solferino) sangat menarik perhatian masyarakat diantaranya 4 orang penduduk Jenewa, yaitu :
1. General Dufour 3. Dr. Theodore Maunoir
2. Dr. Louis Appia 4. Gustave Moynier
4 orang tersebut bersama Henry Dunant membentuk Komite Lima (1963), mereka merintis terbentuknya KIPM yang kemudian menjadi Internasional Committee of the Red Cross (ICRC). Pada tanggal 22 agustus 1864 atas prakarsa ICRC, pemerintah Swiss menyelenggarakan suatu konferensi yang diikuti oleh 12 kepala negara yang menandatangani perjanjian Internasional yang dikenal dengan :
KONVENSI JENEWA I
» Tentara yang terluka atau sakit harus diobati.
» Sebagai penghargaan terhadap negara Swiss, maka lambang perlindungan menggunakan tanda Palang Merah di atas dasar putih, yang terjadi dengan mempertukarkan warna – warna federal. Lambang ini hendaknya dipakai untuk Rumah Sakit, Ambulance dan para petugas penolong di medan perang/konflik bersenjata.
Karena tanda Palang Merah diasumsikan mempunyai arti khusus, maka pada tahun 1876 simbol bulan sabit merah disahkan untuk digunakan oleh Negara-negara Islam. Kedua symbol tersebut memiliki arti dan nilai yang sama.
“Konferensi Internasional Palang Merah “ yang diselenggarakan 4 tahun sekali dan dihadiri oleh ICRC, Federasi, Perhimpunan Nasional dan Pemerintah peserta peratifikasi Konvensi Jenewa tahun 1949. Pertemuan itu membahas persoalan – persoalan umum dan menampung usul – usul serta resolusi di samping mengambil keputusan. Para peserta konferensi memilih anggota Standing Commission (Komisi Tetap) yang bersidang pada waktu diantara dua konferensi Internasional.
2. FEDERASI INTERNASIONAL PALANG MERAH DAN BULAN SABIT MERAH (IFRC)
(International Federation of The Red Cross)
Latar belakang berdirinya
Dengan berakhirnya Perang Dunia I, berbagai epidemi penyakit berjangkit bencana kelaparan menjalar. Melihat kenyataan itu, Henry P. Davidson warga negara Amerika, merasa perlu mendirikan suatu organisasi yang menangani masalah bantuan tersebut. Organisasi ini resmi didirikan pada tanggal 5 Mei 1919 dalam suatu Konferensi Kesehatan Internasional di Cannas Perancis. Palang Merah Indonesia termasuk anggota ke 68.
Organisasi
BADAN TERTINGGI ORGANISASI :
Badan tertinggi penentuan kebijaksanaan adalah disebut “General Assembly Board of Gevernors”. General Assembly atau sidang umum dihadiri oleh wakil-wakil dari semua anggota federasi dan bersidang tiap 2 tahun, Presiden Federasi dipilih tiap 4 tahun. Jika General Assembly tidak besidang, maka kebijakan tertinggi dilaksanakan oleh “Executive” yang aggotanya terdiri dari 16 Perhimpunan Nasional (dipilih berdasarkan letak goegrafis), Presiden dan Sekjen Federasi.
3. PRINSIP – PRINSIP DASAR GERAKAN PALANG MERAH DAN BULAN SABIT MERAH INTERNASIONAL
Semua kegiatan kemanusiaan dilandasi oleh 7 prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Ketujuh prinsip ini disahkan dalam Konferensi Internasional Palang Merah ke XX di Wina tahun 1965. Ketujuh prinsip ini juga disahkan dalam Munas XIV Palang Merah Indonesia di Jakarta pada tahun 1986.
1. KEMANUSIAAN ( Humanity )
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional didirikan berdasarkan keinginan memberikan pertolongan tanpa membedakan korban terluka di dalam pertempuran, berupaya dalam kemampuan bangsa dan antar bangsa, mencegah dan mengatasi penderitaan sesama manusia. Palang Merah menumbuhkan saling pengertian, kerjasama dan perdamaian abadi bagi sesama manusia.
2. KESAMAAN ( Impartiality )
Gerakan ini tidak membuat perbedaan atas dasar kebangsaan, kesukuan, agama/kepercayaan tingkatan atau pandangan politik. Tujuannya semata – mata mengurangi penderitaan manusia sesuai dengan kebutuhannya dan mendahulukan keadaan yang paling parah.
3. KENETRALAN ( Neutrality )
Agar senantiasa mendapat kepercayaan dari semua pihak, gerakan ini tidak boleh memihak atau melibatkan diri dalam pertentangan politik, kesukuan, agama atau idiologi.
4. KEMANDIRIAN ( Independence)
Gerakan ini bersifat mandiri. Perhimpunan Nasional disamping membantu Pemerintahannya dalam bidang kemanusiaan, juga harus mentaati peraturan negaranya, harus selalu menjaga otonominya sehingga dapat bertindak sesuai dengan prinsip – prinsip gerakan ini.
5. KESUKARELAAN ( Voluntary Service )
Gerakan ini adalah gerakan pemberi bantuan sukarela, yang tidak didasari oleh keinginan untuk mencari keuntungan apapun.
6.KESATUAN ( Unity )
Didalam suatu negara hanya ada satu Perhimpunan Palang Merah atau Bulan Sabit Merah yang terbuka untuk semua orang dan melaksanakan tugas kemanusiaan di seluruh wilayah.
7. KESEMESTAAN ( Universality )
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional adalah bersifat semesta. Setiap perhimpunan mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dalam menolong sesama manusia.
Internasional Committee of the Red Cross (ICRC)
-Markas Besar di Jenewa, anggota dewan ekskutifnya maksimal 25 orang warga negara Swiss.
- TUJUAN :
Menjadi perantara NETRAL mengenai hal kemanusiaan dalam pertikaian politik, perang saudara dan kerusuhan dalam negeri.
-TUGAS
+Memberikan perlindungan kepada korban militer maupun sipil sebagai akibat konflik bersenjata, gangguan dan ketegangan dalam negeri.
+Petugas KIPM mengunjungi tawanan perang/tawanan politik untukberdialog tanpa saksi sehingga dapat diperoleh gambaran yang nyata tentang kondisi penahanan juga membantu menyampaikan berita keluarga. Laporan tersebut bersifat rahasia.
+ Memberikan bantuan (sandang, pangan medis dan sanitasi) kepada korban konflik bersenjata tersebut.
+Melakukan pencarian pada saat terjadi konflik bersenjata maupun sesudahnya. Mencari berita sampai mempersatukan keluarga yang terpisah akibat perang.
+Melakukan PENYEBARLUASAN HPI dan prinsip – prinsip dasar gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah dengan tujuan menganjurkan penghormatan bagi kelompok non-kombatan (tentara yang luka, tawanan serta warga sipil). Disamping membatasi kekejaman, pengrusakan dan mempermudah bantuan yang segera, netral serta tidak memihak kepada para korban konflik bersenjata.
+ Dana, sumbangan sukarela dari pemerintah dan Perhimpunan Nasional.
Latar belakang berdirinya
Buku kenangan di Solferino (a memory of solferino) sangat menarik perhatian masyarakat diantaranya 4 orang penduduk Jenewa, yaitu :
1. General Dufour 3. Dr. Theodore Maunoir
2. Dr. Louis Appia 4. Gustave Moynier
4 orang tersebut bersama Henry Dunant membentuk Komite Lima (1963), mereka merintis terbentuknya KIPM yang kemudian menjadi Internasional Committee of the Red Cross (ICRC). Pada tanggal 22 agustus 1864 atas prakarsa ICRC, pemerintah Swiss menyelenggarakan suatu konferensi yang diikuti oleh 12 kepala negara yang menandatangani perjanjian Internasional yang dikenal dengan :
KONVENSI JENEWA I
» Tentara yang terluka atau sakit harus diobati.
» Sebagai penghargaan terhadap negara Swiss, maka lambang perlindungan menggunakan tanda Palang Merah di atas dasar putih, yang terjadi dengan mempertukarkan warna – warna federal. Lambang ini hendaknya dipakai untuk Rumah Sakit, Ambulance dan para petugas penolong di medan perang/konflik bersenjata.
Karena tanda Palang Merah diasumsikan mempunyai arti khusus, maka pada tahun 1876 simbol bulan sabit merah disahkan untuk digunakan oleh Negara-negara Islam. Kedua symbol tersebut memiliki arti dan nilai yang sama.
“Konferensi Internasional Palang Merah “ yang diselenggarakan 4 tahun sekali dan dihadiri oleh ICRC, Federasi, Perhimpunan Nasional dan Pemerintah peserta peratifikasi Konvensi Jenewa tahun 1949. Pertemuan itu membahas persoalan – persoalan umum dan menampung usul – usul serta resolusi di samping mengambil keputusan. Para peserta konferensi memilih anggota Standing Commission (Komisi Tetap) yang bersidang pada waktu diantara dua konferensi Internasional.
2. FEDERASI INTERNASIONAL PALANG MERAH DAN BULAN SABIT MERAH (IFRC)
(International Federation of The Red Cross)
Latar belakang berdirinya
Dengan berakhirnya Perang Dunia I, berbagai epidemi penyakit berjangkit bencana kelaparan menjalar. Melihat kenyataan itu, Henry P. Davidson warga negara Amerika, merasa perlu mendirikan suatu organisasi yang menangani masalah bantuan tersebut. Organisasi ini resmi didirikan pada tanggal 5 Mei 1919 dalam suatu Konferensi Kesehatan Internasional di Cannas Perancis. Palang Merah Indonesia termasuk anggota ke 68.
Organisasi
BADAN TERTINGGI ORGANISASI :
Badan tertinggi penentuan kebijaksanaan adalah disebut “General Assembly Board of Gevernors”. General Assembly atau sidang umum dihadiri oleh wakil-wakil dari semua anggota federasi dan bersidang tiap 2 tahun, Presiden Federasi dipilih tiap 4 tahun. Jika General Assembly tidak besidang, maka kebijakan tertinggi dilaksanakan oleh “Executive” yang aggotanya terdiri dari 16 Perhimpunan Nasional (dipilih berdasarkan letak goegrafis), Presiden dan Sekjen Federasi.
3. PRINSIP – PRINSIP DASAR GERAKAN PALANG MERAH DAN BULAN SABIT MERAH INTERNASIONAL
Semua kegiatan kemanusiaan dilandasi oleh 7 prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Ketujuh prinsip ini disahkan dalam Konferensi Internasional Palang Merah ke XX di Wina tahun 1965. Ketujuh prinsip ini juga disahkan dalam Munas XIV Palang Merah Indonesia di Jakarta pada tahun 1986.
1. KEMANUSIAAN ( Humanity )
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional didirikan berdasarkan keinginan memberikan pertolongan tanpa membedakan korban terluka di dalam pertempuran, berupaya dalam kemampuan bangsa dan antar bangsa, mencegah dan mengatasi penderitaan sesama manusia. Palang Merah menumbuhkan saling pengertian, kerjasama dan perdamaian abadi bagi sesama manusia.
2. KESAMAAN ( Impartiality )
Gerakan ini tidak membuat perbedaan atas dasar kebangsaan, kesukuan, agama/kepercayaan tingkatan atau pandangan politik. Tujuannya semata – mata mengurangi penderitaan manusia sesuai dengan kebutuhannya dan mendahulukan keadaan yang paling parah.
3. KENETRALAN ( Neutrality )
Agar senantiasa mendapat kepercayaan dari semua pihak, gerakan ini tidak boleh memihak atau melibatkan diri dalam pertentangan politik, kesukuan, agama atau idiologi.
4. KEMANDIRIAN ( Independence)
Gerakan ini bersifat mandiri. Perhimpunan Nasional disamping membantu Pemerintahannya dalam bidang kemanusiaan, juga harus mentaati peraturan negaranya, harus selalu menjaga otonominya sehingga dapat bertindak sesuai dengan prinsip – prinsip gerakan ini.
5. KESUKARELAAN ( Voluntary Service )
Gerakan ini adalah gerakan pemberi bantuan sukarela, yang tidak didasari oleh keinginan untuk mencari keuntungan apapun.
6.KESATUAN ( Unity )
Didalam suatu negara hanya ada satu Perhimpunan Palang Merah atau Bulan Sabit Merah yang terbuka untuk semua orang dan melaksanakan tugas kemanusiaan di seluruh wilayah.
7. KESEMESTAAN ( Universality )
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional adalah bersifat semesta. Setiap perhimpunan mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dalam menolong sesama manusia.
Internasional Committee of the Red Cross (ICRC)
-Markas Besar di Jenewa, anggota dewan ekskutifnya maksimal 25 orang warga negara Swiss.
- TUJUAN :
Menjadi perantara NETRAL mengenai hal kemanusiaan dalam pertikaian politik, perang saudara dan kerusuhan dalam negeri.
-TUGAS
+Memberikan perlindungan kepada korban militer maupun sipil sebagai akibat konflik bersenjata, gangguan dan ketegangan dalam negeri.
+Petugas KIPM mengunjungi tawanan perang/tawanan politik untukberdialog tanpa saksi sehingga dapat diperoleh gambaran yang nyata tentang kondisi penahanan juga membantu menyampaikan berita keluarga. Laporan tersebut bersifat rahasia.
+ Memberikan bantuan (sandang, pangan medis dan sanitasi) kepada korban konflik bersenjata tersebut.
+Melakukan pencarian pada saat terjadi konflik bersenjata maupun sesudahnya. Mencari berita sampai mempersatukan keluarga yang terpisah akibat perang.
+Melakukan PENYEBARLUASAN HPI dan prinsip – prinsip dasar gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah dengan tujuan menganjurkan penghormatan bagi kelompok non-kombatan (tentara yang luka, tawanan serta warga sipil). Disamping membatasi kekejaman, pengrusakan dan mempermudah bantuan yang segera, netral serta tidak memihak kepada para korban konflik bersenjata.
+ Dana, sumbangan sukarela dari pemerintah dan Perhimpunan Nasional.
International Federation of the Red Cross and Red Crescent society.
-Markas Besar di Jenewa. Secretariat Federasi dipimpin oleh Sekjen mempunyai pegawai yang terdiri dari bermacam – macam bangsa.
-Tujuan :
Mencegah dan meringankan penderitaan manusia melalui kegiatan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah nasional yang merupakan sumbangan untuk perdamaian.
- Tugas :
1. Menggiatkan PEMBENTUKAN dan pengembangan PERHIMPUNAN NASIONAL di seluruh dunia. Federasi juga bertindak sebagai perantara, koordinator antara Perhimpunan Palang Merah Internasional.
2. Memberikan saran dan membantu Perhimpunan Nasional dalam meningkatkan, mengkoordinasi BANTUAN Internasional untuk KORBAN BENCANA ALAM dan PARA PENGUNGSI di luar daerah pertikaian, seringkali dengan melancarkan permintaan bantuan ke seluruh dunia.
3. Mengembangkan pembentukan rencana KESIAPSIAGAAN NASIONAL terhadaP BENCANA ALAM.
4. Menggiatkan dan mengkoordinasi pertukaran gagasan kemanusiaan bagi pendidikan anak dan remaja diantara Perhimpunan Nasional demi membina hubungan baik antara remaja di seluruh dunia.
5. Membantu ICRC menyebarluaskan HPI dan PRINSIP – PRINSIP DASAR GERAKAN PALANG MERAH dan BULAN SABIT MERAH.
- Dana, iuran tahunan dari anggota dan sumbangan sukarela untuk bantuan dan pengembangan.
-Markas Besar di Jenewa. Secretariat Federasi dipimpin oleh Sekjen mempunyai pegawai yang terdiri dari bermacam – macam bangsa.
-Tujuan :
Mencegah dan meringankan penderitaan manusia melalui kegiatan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah nasional yang merupakan sumbangan untuk perdamaian.
- Tugas :
1. Menggiatkan PEMBENTUKAN dan pengembangan PERHIMPUNAN NASIONAL di seluruh dunia. Federasi juga bertindak sebagai perantara, koordinator antara Perhimpunan Palang Merah Internasional.
2. Memberikan saran dan membantu Perhimpunan Nasional dalam meningkatkan, mengkoordinasi BANTUAN Internasional untuk KORBAN BENCANA ALAM dan PARA PENGUNGSI di luar daerah pertikaian, seringkali dengan melancarkan permintaan bantuan ke seluruh dunia.
3. Mengembangkan pembentukan rencana KESIAPSIAGAAN NASIONAL terhadaP BENCANA ALAM.
4. Menggiatkan dan mengkoordinasi pertukaran gagasan kemanusiaan bagi pendidikan anak dan remaja diantara Perhimpunan Nasional demi membina hubungan baik antara remaja di seluruh dunia.
5. Membantu ICRC menyebarluaskan HPI dan PRINSIP – PRINSIP DASAR GERAKAN PALANG MERAH dan BULAN SABIT MERAH.
- Dana, iuran tahunan dari anggota dan sumbangan sukarela untuk bantuan dan pengembangan.
Perhimpunan Nasional harus mendapat pengakuan dari KIPM, baru sah menjadi anggota federasi. Juga harus diakui oleh Pemerintahannya sebagai Perhimpunan penolong yang bersifat sukarela dan turut membantu Pemerintah. Sampai tahun 1992 anggota federasi ada 153 negara, PMI termasuk anggota ke-68.
-Tugas :
Beraneka ragam tergantung kebutuhan negara yang bersangkutan, antara lain :
1. Memberikan bantuan darurat
2. Pelayanan kesehatan
3. Bantuan sosial bagi perorangan maupun kelompok
4. Latihan P3K
5. Melatih tenaga perawat
6. Transfusi darah
7. Pembinaan remaja
8. Di masa perang, membantu tawanan, pengungsi dan kaum interniran.
HUKUM PERIKEMANUSIAAN INTERNASIONAL ( H P I )
( Internasional Humaniterian Law )
Definisi :
HPI adalah bagian dari hukum internasional yang memberikan perlindungan terhadap anggota angkatan perang yang luka, sakit, dan tidak dapat lagi ikut dalam peperangan serta penduduk sipil yang tidak ikut berperang. Selain itu juga mengatur metode perang.
Maksud dan tujuan adanya HPI :
Mengatur perang yang terjadi lebih manusiawi, bila perang itu tidak terhindarkan, menentukan orang – orang yang tidak ikut dalam peperangan atau tidak dapat lagi ikut dalam peperangan hendaknya dianggap manusia biasa yang patut dihargai dan diperlakukan secara manusiawi.
Sasaran penyerangan hanya boleh dilakukan terhadap obyek militer dan bukan obyek sipil. HPI sangat erat kaitannya dengan Palang Merah, dimulai dengan lahirnya Konvensi Jenewa 1864 ( pertama ). Konvensi Jenewa telah dilengkapi dan diperbaiki pada tahun 1906, 1928, 1949 dan 2 protokol ditambahkan pada konvensi tersebut ditahun 1977.
4 konvensi Jenewa 1949 :
Konvensi I : Perlindungan terhadap korban angkatan perang di darat yang luka dan sakit, petugas kesehatan serta petugas dibidang agama.
Konvensi II : Perlindungan terhadap korban angkatan perang di laut, petugas kesehatan, petugas agama serta kapal perang yang kandas.
Konvensi III : Perlindungan terhadap tawanan perang.
Konvensi IV : Perlindungan terhadap orang – orang sipil di masa perang.
Karena ke 4 Konvensi tersebut belum mencakup perlindungan terhadap semua penderita yang diakibatkan oleh pertikaian, maka pada tahun 1977 dikeluarkan 2 protokol :
Protokol I : diterapkan pada konflik bersenjata internasional.
4 konvensi Jenewa 1949 :
Konvensi I : Perlindungan terhadap korban angkatan perang di darat yang luka dan sakit, petugas kesehatan serta petugas dibidang agama.
Konvensi II : Perlindungan terhadap korban angkatan perang di laut, petugas kesehatan, petugas agama serta kapal perang yang kandas.
Konvensi III : Perlindungan terhadap tawanan perang.
Konvensi IV : Perlindungan terhadap orang – orang sipil di masa perang.
Karena ke 4 Konvensi tersebut belum mencakup perlindungan terhadap semua penderita yang diakibatkan oleh pertikaian, maka pada tahun 1977 dikeluarkan 2 protokol :
Protokol I : diterapkan pada konflik bersenjata internasional.
Protokol II : diterapkan pada konflik non internasional.
Tiap negara di dunia ikut mengesahkan dan menyetujui konvensi tersebut. Sekarang lebih dari 160 negara telah ikut menjadi peserta Konvensi Jenewa tahun 1942.
HPI perlu disebarluaskan :
Sesuai ketentuan, negara penandatanganan Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol I dan II 1977, mentaati dan menjamin, bahwa isi Konvensi tersebut diketahui dengan sebaik – baiknya terutama oleh angkatan perang, Dinas Kesehatan dan Rohaniawan ( golongan ini mempunyai hak dan kewajiban dalam Konvensi Jenewa ). Masyarakat dan penduduk sipil juga harus memahami HPI ini, agar mereka juga mengetahui hak – hak serta kewajiban dimasa pertikaian bersenjata. Kegiatan perikemanusian Palang Merah untuk menolong dan melindungi korban perang merupakan hak dan kewajiban dibawah ketentuan Konvensi Jenewa 1949. Kegiatan ini harus semata – mata bertujuan menolong korban perang sebagai manusia, terlepas dari pertimbangan politik atau militer. Untuk itu PMI turut menyebar luaskan HPI, terutama untuk kalangan PMI, yang dilakukan bersama dengan penyebarluasan prinsip – prinsip Palang Merah.
PALANG MERAH INDONESIA
Seperti Palang Merah Internasional, lahirnya PMI juga berkaitan dengan kancah peperangan, diawali pada :
Tiap negara di dunia ikut mengesahkan dan menyetujui konvensi tersebut. Sekarang lebih dari 160 negara telah ikut menjadi peserta Konvensi Jenewa tahun 1942.
HPI perlu disebarluaskan :
Sesuai ketentuan, negara penandatanganan Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol I dan II 1977, mentaati dan menjamin, bahwa isi Konvensi tersebut diketahui dengan sebaik – baiknya terutama oleh angkatan perang, Dinas Kesehatan dan Rohaniawan ( golongan ini mempunyai hak dan kewajiban dalam Konvensi Jenewa ). Masyarakat dan penduduk sipil juga harus memahami HPI ini, agar mereka juga mengetahui hak – hak serta kewajiban dimasa pertikaian bersenjata. Kegiatan perikemanusian Palang Merah untuk menolong dan melindungi korban perang merupakan hak dan kewajiban dibawah ketentuan Konvensi Jenewa 1949. Kegiatan ini harus semata – mata bertujuan menolong korban perang sebagai manusia, terlepas dari pertimbangan politik atau militer. Untuk itu PMI turut menyebar luaskan HPI, terutama untuk kalangan PMI, yang dilakukan bersama dengan penyebarluasan prinsip – prinsip Palang Merah.
PALANG MERAH INDONESIA
Seperti Palang Merah Internasional, lahirnya PMI juga berkaitan dengan kancah peperangan, diawali pada :
A. MASA SEBELUM PERANG DUNIA II
1. 21 Oktober 1873 Nederlands Rode Kruis Afdeling Indie ( NERKAI ) didirikan Belanda.
2. Tahun 1932 Dr. RCL Senduk dan Dr. Bahder Djohan merencanakan mendirikan badan PMI.
3. Tahun 1940 pada sidang konperensi NERKAI, rencana diatas ditolak karena menurut Pemerintah Belanda, rakyat Indonesia belum mampu mengatur Badan Palang Merah Nasional.
B. MASA PENDUDUKAN JEPANG.
Dr. RCL Senduk berusaha lagi untuk mendirikan Badan PMI namun gagal, ditolak Pemerintah Dai Nippon.
C. MASA KEMERDEKAAN RI
1. 17 Agustus 1945 RI Merdeka.
2. 3 September 1945 Presiden Soekarno memerintahkan kepada Menteri Kesehatan Dr. Buntaran Martoatmodjo untuk membentuk Badan Palang Merah Nasional. Pembentukan PMI dimaksudkan juga untuk menunjukan pada dunia Internasional bahwa negara Indonesia adalah suatu fakta yang nyata.
3. 5 September 1945 Menkes RI dalam Kabinet I ( Dr. Boentaran ) membentuk Panitia 5 :
Ketua : Dr. R. Mochtar.
Penulis : Bahder Djohan.
Anggota : Dr. Djoehana.
Dr. Marzuki.
Dr. Sintanala.
4. 17 September 1945 tersusun Pengurus Besar PMI yang dilantik oleh Wakil Presiden RI Moch. Hatta yang sekaligus beliau sebagai Ketuanya.
D. MASA PERANG KEMERDEKAAN.
Pada masa itu peperangan terjadi dimana – mana, dalam usia muda PMI menghadapi kesulitan, kurang pengalaman, kurang peralatan dan dana. Namun orang – orang secara sukarela mengerahkan tenaganya, sehingga urusan Kepalangmerahan dapat diselenggarakan. Dari pertolongan dan bantuan seperti :
1. 21 Oktober 1873 Nederlands Rode Kruis Afdeling Indie ( NERKAI ) didirikan Belanda.
2. Tahun 1932 Dr. RCL Senduk dan Dr. Bahder Djohan merencanakan mendirikan badan PMI.
3. Tahun 1940 pada sidang konperensi NERKAI, rencana diatas ditolak karena menurut Pemerintah Belanda, rakyat Indonesia belum mampu mengatur Badan Palang Merah Nasional.
B. MASA PENDUDUKAN JEPANG.
Dr. RCL Senduk berusaha lagi untuk mendirikan Badan PMI namun gagal, ditolak Pemerintah Dai Nippon.
C. MASA KEMERDEKAAN RI
1. 17 Agustus 1945 RI Merdeka.
2. 3 September 1945 Presiden Soekarno memerintahkan kepada Menteri Kesehatan Dr. Buntaran Martoatmodjo untuk membentuk Badan Palang Merah Nasional. Pembentukan PMI dimaksudkan juga untuk menunjukan pada dunia Internasional bahwa negara Indonesia adalah suatu fakta yang nyata.
3. 5 September 1945 Menkes RI dalam Kabinet I ( Dr. Boentaran ) membentuk Panitia 5 :
Ketua : Dr. R. Mochtar.
Penulis : Bahder Djohan.
Anggota : Dr. Djoehana.
Dr. Marzuki.
Dr. Sintanala.
4. 17 September 1945 tersusun Pengurus Besar PMI yang dilantik oleh Wakil Presiden RI Moch. Hatta yang sekaligus beliau sebagai Ketuanya.
D. MASA PERANG KEMERDEKAAN.
Pada masa itu peperangan terjadi dimana – mana, dalam usia muda PMI menghadapi kesulitan, kurang pengalaman, kurang peralatan dan dana. Namun orang – orang secara sukarela mengerahkan tenaganya, sehingga urusan Kepalangmerahan dapat diselenggarakan. Dari pertolongan dan bantuan seperti :
§ Dapur Umum ( DU ).
§ Pos PPPK ( P3K ).
§ Pengangkutan dan perawatan korban pertempuran.
§ Sampai penguburan jika ada yang meninggal.
Dilakukan oleh laskar – laskar Sukarela dibawah Panji Palang Merah yang tidak memandang golongan, agama dan politik.
Pada waktu itu dibentuk Pasukan Penolong Pertama ( Mobile Colone ) oleh cabang – cabang, anggotanya terdiri dari pelajar.
E. BEBERAPA PERISTIWA SEJARAH PMI
1. Tanggal 16 Januari 1950. Dikeluarkan Keputusan Presiden RI No. 25 / 1950 tentang pengesahan berdirinya PMI.
§ Pos PPPK ( P3K ).
§ Pengangkutan dan perawatan korban pertempuran.
§ Sampai penguburan jika ada yang meninggal.
Dilakukan oleh laskar – laskar Sukarela dibawah Panji Palang Merah yang tidak memandang golongan, agama dan politik.
Pada waktu itu dibentuk Pasukan Penolong Pertama ( Mobile Colone ) oleh cabang – cabang, anggotanya terdiri dari pelajar.
E. BEBERAPA PERISTIWA SEJARAH PMI
1. Tanggal 16 Januari 1950. Dikeluarkan Keputusan Presiden RI No. 25 / 1950 tentang pengesahan berdirinya PMI.
2. Tanggal 15 Juni 1950. PMI diakui oleh ICRC.
3. Tanggal 16 Oktober 1950. PMI diterima menjadi anggota Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah dengan keanggotaan No. 68.
F. NAMA – NAMA TOKOH YANG PERNAH MENJADI KETUA PMI
1. Ketua PMI ke 1 ( 1945 – 1946 ) : Drs. Moch. Hatta.
2. Ketua PMI ke 2 ( 1945 – 1948 ) : Soetarjo Kartohadikoesoemo.
3. Ketua PMI ke 3 ( 1948 – 1952 ) : BPH Bintoro.
4. Ketua PMI ke 4 ( 1952 – 1954 ) : Prof. Dr. Bahder Djohan.
5. Ketua PMI ke 5 ( 1954 – 1966 ) : P. A. A. Paku Alam VIII.
6. Ketua PMI ke 6 ( 1966 – 1969 ) : Letjen Basuki Rachmat.
7. Ketua PMI ke 7 ( 1970 – 1982 ) : Prof. Dr. Satrio.
8. Ketua PMI ke 8 ( 1982 – 1986 ) : Dr. H. Soeyoso Soemodimedjo.
9. Ketua PMI ke 9 ( 1986 – 1992 ) : Dr. H. Ibnu Sutowo.
10. Ketua PMI ke 10 ( 1992 – 1998 ) : Hj. Siti Hardianti Rukmana.
11. Ketua PMI ke 11 ( 1998 - 2004 ) : Mari’e Muhammad.
12. Ketua PMI ke 12 (2004 - sekarang : Mari’e Muhammad
Musyawarah Nasional adalah pemegang kekuasaan tertinggi didalam perhimpunan PMI, dihadiri oleh utusan – utusan Cabang, Daerah serta Pengurus Pusat. Diadakan tiap 4 tahun. Saat ini PMI memiliki 306 Cabang dari 31 Propinsi ( Daerah ).
TUJUAN PMI :
Meringankan penderitaan sesama manusia apapun sebabnya, dengan tidak membedakan golongan, bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
LAMBANG PMI :
1. PMI menggunakan lambang Palang Merah di atas dasar putih sebagai tanda PERLINDUNGAN sesuai dengan ketentuan Palang Merah Internasional,
2. Lambang PMI sebagai anggota Palang Merah Internasional adalah Palang Merah di atas dasar warna putih,
3. Lambang PMI sebagai Perhimpunan Nasional adalah Palang Merah di atas dasar putih dilingkari bunga berkelopak lima .
KEANGGOTAAN PALANG MERAH INDONESIA
Didalam Anggaran Dasar PMI pada Bab VII pasal 11 disebutkan : Organisaasi PMI mempunyai anggota yaitu :
1. Anggota Remaja.
2. Anggota Biasa.
3. Anggota Kehormatan.
F. NAMA – NAMA TOKOH YANG PERNAH MENJADI KETUA PMI
1. Ketua PMI ke 1 ( 1945 – 1946 ) : Drs. Moch. Hatta.
2. Ketua PMI ke 2 ( 1945 – 1948 ) : Soetarjo Kartohadikoesoemo.
3. Ketua PMI ke 3 ( 1948 – 1952 ) : BPH Bintoro.
4. Ketua PMI ke 4 ( 1952 – 1954 ) : Prof. Dr. Bahder Djohan.
5. Ketua PMI ke 5 ( 1954 – 1966 ) : P. A. A. Paku Alam VIII.
6. Ketua PMI ke 6 ( 1966 – 1969 ) : Letjen Basuki Rachmat.
7. Ketua PMI ke 7 ( 1970 – 1982 ) : Prof. Dr. Satrio.
8. Ketua PMI ke 8 ( 1982 – 1986 ) : Dr. H. Soeyoso Soemodimedjo.
9. Ketua PMI ke 9 ( 1986 – 1992 ) : Dr. H. Ibnu Sutowo.
10. Ketua PMI ke 10 ( 1992 – 1998 ) : Hj. Siti Hardianti Rukmana.
11. Ketua PMI ke 11 ( 1998 - 2004 ) : Mari’e Muhammad.
12. Ketua PMI ke 12 (2004 - sekarang : Mari’e Muhammad
Musyawarah Nasional adalah pemegang kekuasaan tertinggi didalam perhimpunan PMI, dihadiri oleh utusan – utusan Cabang, Daerah serta Pengurus Pusat. Diadakan tiap 4 tahun. Saat ini PMI memiliki 306 Cabang dari 31 Propinsi ( Daerah ).
TUJUAN PMI :
Meringankan penderitaan sesama manusia apapun sebabnya, dengan tidak membedakan golongan, bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
LAMBANG PMI :
1. PMI menggunakan lambang Palang Merah di atas dasar putih sebagai tanda PERLINDUNGAN sesuai dengan ketentuan Palang Merah Internasional,
2. Lambang PMI sebagai anggota Palang Merah Internasional adalah Palang Merah di atas dasar warna putih,
3. Lambang PMI sebagai Perhimpunan Nasional adalah Palang Merah di atas dasar putih dilingkari bunga berkelopak lima .
KEANGGOTAAN PALANG MERAH INDONESIA
Didalam Anggaran Dasar PMI pada Bab VII pasal 11 disebutkan : Organisaasi PMI mempunyai anggota yaitu :
1. Anggota Remaja.
2. Anggota Biasa.
3. Anggota Kehormatan.
1. ANGGOTA REMAJA.
- Wanita – Pria usia di bawah 18 tahun Warga Negara Indonesia.
- Mendaftarkan diri secara sukarela di sekolah masing – masing.
- Mendapat ijin atau persetujuan orang tua.
- Wanita – Pria usia di bawah 18 tahun Warga Negara Indonesia.
- Mendaftarkan diri secara sukarela di sekolah masing – masing.
- Mendapat ijin atau persetujuan orang tua.
KEWAJIBAN :
A. Mengikuti pendidikan dan latihan dasar Kepalangmerahan.
B. Bersedia membantu tugas – tugas Kepalangmerahan dan tergabung dalam wadah / kegiatan Palang Merah Remaja.
C. Menjaga nama baik organisasi serta mempererat persahabatan baik nasional maupun internasional.
D. Mempertinggi ketrampilan dan kecakapan dalam tugas Kepalangmerahan.
HAK :
A. Dapat menjadi Anggota Biasa PMI jika telah mencapai usia 18 tahun.
B. Mendapat kesempatan pendidikan Kepalangmerahan.
C. Ikut aktif dalam Palang Merah Remaja.
D. Dapat mengikuti kegiatan – kegiatan sebagai Anggota Remaja baik di Dalam Negeri maupun di Luar Negeri.
PALANG MERAH REMAJA
Palang Merah Remaja di bentuk oleh PMI pada bulan Maret 1950 yang merupakan perwujudan dari keputusan Liga Palang Merah ( League of the Red Cross and Red Crescent Societies ). Terbentuknya PMR di Indonesia ini dan juga PMR dibeberapa Palang Merah Nasional lainnya dilatarbelakangi oleh pecahnya Perang Dunia ke 1, dimana pada waktu itu Palang Merah Australia mengerahkan anak – anak sekolah supaya turut membantu sesuai dengan kemampuannya. Kepada mereka diberikan tugas ringan, seperti mengumpulkan pakaian bekas, majalah – majalah bekas dari dermawan, menggulung pembalut dan sebagainya. Anak – anak ini dihimpun dalam sebuah organisasi yang dinamakan “ Palang Merah Remaja “, kemudian prakarsa ini diikuti oleh negara – negara lain.
A. Mengikuti pendidikan dan latihan dasar Kepalangmerahan.
B. Bersedia membantu tugas – tugas Kepalangmerahan dan tergabung dalam wadah / kegiatan Palang Merah Remaja.
C. Menjaga nama baik organisasi serta mempererat persahabatan baik nasional maupun internasional.
D. Mempertinggi ketrampilan dan kecakapan dalam tugas Kepalangmerahan.
HAK :
A. Dapat menjadi Anggota Biasa PMI jika telah mencapai usia 18 tahun.
B. Mendapat kesempatan pendidikan Kepalangmerahan.
C. Ikut aktif dalam Palang Merah Remaja.
D. Dapat mengikuti kegiatan – kegiatan sebagai Anggota Remaja baik di Dalam Negeri maupun di Luar Negeri.
PALANG MERAH REMAJA
Palang Merah Remaja di bentuk oleh PMI pada bulan Maret 1950 yang merupakan perwujudan dari keputusan Liga Palang Merah ( League of the Red Cross and Red Crescent Societies ). Terbentuknya PMR di Indonesia ini dan juga PMR dibeberapa Palang Merah Nasional lainnya dilatarbelakangi oleh pecahnya Perang Dunia ke 1, dimana pada waktu itu Palang Merah Australia mengerahkan anak – anak sekolah supaya turut membantu sesuai dengan kemampuannya. Kepada mereka diberikan tugas ringan, seperti mengumpulkan pakaian bekas, majalah – majalah bekas dari dermawan, menggulung pembalut dan sebagainya. Anak – anak ini dihimpun dalam sebuah organisasi yang dinamakan “ Palang Merah Remaja “, kemudian prakarsa ini diikuti oleh negara – negara lain.
Keanggotaan PMR dibagi dalam tiga tingkatan antara lain :
PMR MULA : Setingkat usia murid SD, 7 – 12 tahun, Badge warna HIJAU.
PMR MADYA : Setingkat usia murid SLTP, 13 – 16 tahun, Badge warna BIRU.
PMR WIRA : Setingkat usia murid SLTA, 17 – 21 tahun, Badge warna KUNING.
PMR MULA : Setingkat usia murid SD, 7 – 12 tahun, Badge warna HIJAU.
PMR MADYA : Setingkat usia murid SLTP, 13 – 16 tahun, Badge warna BIRU.
PMR WIRA : Setingkat usia murid SLTA, 17 – 21 tahun, Badge warna KUNING.
Walaupun PMR sesuai dengan tingkatnya, adakalanya diperbantukan pula dalam tugas – tugas Kepalangmerahan, seperti turut membantu memberikan pertolongan P3K, dan lain – lain, namun tugas kewajiban utama yang dibebankan kepada PMR adalah :
1. Berbakti kepada masyarakat.
2. Mempertinggi ketrampilan dan memelihara kebersihan dan kesehatan.
3. Mempererat persahabatan nasional dan internasional.
2. ANGGOTA BIASA PMI
§ Wanita – Pria usia di atas 19 tahun Warga Negara Indonesia
§ Mendaftarkan diri secara sukarela atas nama pribadi.
§ Mengetahui azas dan tujuan PMI dan bersedia mengikuti tata tertib organisasi PMI.
KEWAJIBAN :
A. Membayar iuran anggota.
B. Menyumbangkan pikiran, tenaga dan dana untuk menolong sesama yang menderita sesuai dengan kemampuan.
C. Menjaga nama baik organisasi.
D. Memajukan organisasi.
HAK :
A. Hak suara dalam rapat organisasi.
B. Hak memilih dan dipilih, menjadi Pengurus PMI.
C. Mendapatkan informasi tentang organisasi.
D. Mendapatkan kesempatan pendidikan dan latihan Kepalangmerahan.
E. Ikut aktif dalam Korps Sukarela.
F. Mendapatkan kesempatan begotongroyong, dan saling menolong antara anggota PMI.
G. Menikmati kepuasan batin sebagai insan yang memperhatikan nasib sesama.
KETERANGAN :
§ Anggota PMI adalah kekuatan inti organisasi.
§ Anggota PMI adalah potensi sumberdaya dan dana organisasi.
§ Anggota PMI pada suatu saat dapat menjadi Pengurus PMI dengan status keanggotaannya yang tetap.
ANGGOTA BIASA DIHARAPKAN AKTIF DALAM TSR MAUPUN KSR SESUAI DENGAN MINAT DAN KONDISINYA.
TSR (TENAGA SUKARELA), KSR (KORPS SUKARELA)
1. Setiap anggota biasa perhimpunan PMI pada dasarnya adalah tenaga sukarela ( TSR ) yang menyumbangkan tenaga, waktu, pikiran dan dana, baik secara keseluruhan maupun bagian – bagiannya untuk tugas kemanusiaan.
1. Berbakti kepada masyarakat.
2. Mempertinggi ketrampilan dan memelihara kebersihan dan kesehatan.
3. Mempererat persahabatan nasional dan internasional.
2. ANGGOTA BIASA PMI
§ Wanita – Pria usia di atas 19 tahun Warga Negara Indonesia
§ Mendaftarkan diri secara sukarela atas nama pribadi.
§ Mengetahui azas dan tujuan PMI dan bersedia mengikuti tata tertib organisasi PMI.
KEWAJIBAN :
A. Membayar iuran anggota.
B. Menyumbangkan pikiran, tenaga dan dana untuk menolong sesama yang menderita sesuai dengan kemampuan.
C. Menjaga nama baik organisasi.
D. Memajukan organisasi.
HAK :
A. Hak suara dalam rapat organisasi.
B. Hak memilih dan dipilih, menjadi Pengurus PMI.
C. Mendapatkan informasi tentang organisasi.
D. Mendapatkan kesempatan pendidikan dan latihan Kepalangmerahan.
E. Ikut aktif dalam Korps Sukarela.
F. Mendapatkan kesempatan begotongroyong, dan saling menolong antara anggota PMI.
G. Menikmati kepuasan batin sebagai insan yang memperhatikan nasib sesama.
KETERANGAN :
§ Anggota PMI adalah kekuatan inti organisasi.
§ Anggota PMI adalah potensi sumberdaya dan dana organisasi.
§ Anggota PMI pada suatu saat dapat menjadi Pengurus PMI dengan status keanggotaannya yang tetap.
ANGGOTA BIASA DIHARAPKAN AKTIF DALAM TSR MAUPUN KSR SESUAI DENGAN MINAT DAN KONDISINYA.
TSR (TENAGA SUKARELA), KSR (KORPS SUKARELA)
1. Setiap anggota biasa perhimpunan PMI pada dasarnya adalah tenaga sukarela ( TSR ) yang menyumbangkan tenaga, waktu, pikiran dan dana, baik secara keseluruhan maupun bagian – bagiannya untuk tugas kemanusiaan.
2. KSR adalah kesatuan atau unit didalam perhimpunan PMI yang beranggotakan pribadi anggota biasa perhimpunan PMI yang menyatakan diri menjadi KSR PMI.
3. Fungsi TSR dan KSR :
A. Fungsi TSR PMI adalah sebagai tenaga pelaksana perhimpunan PMI dalam melaksanakan tugas kemanusiaan.
B. Dalam menjalankan fungsinya, TSR PMI dan KSR PMI berstatus sebagai tenaga sukarela.
C. Sebagai kesatuan maupun sebagai pribadi sukarelawan TSR PMI dan KSR PMI wajib mengikuti tata aturan dan ketentuan yang ditetapkan.
3. Fungsi TSR dan KSR :
A. Fungsi TSR PMI adalah sebagai tenaga pelaksana perhimpunan PMI dalam melaksanakan tugas kemanusiaan.
B. Dalam menjalankan fungsinya, TSR PMI dan KSR PMI berstatus sebagai tenaga sukarela.
C. Sebagai kesatuan maupun sebagai pribadi sukarelawan TSR PMI dan KSR PMI wajib mengikuti tata aturan dan ketentuan yang ditetapkan.
4. Tugas operasional :
A. Tugas TSR / KSR PMI adalah melaksanakan pertolongan / bantuan secara pribadi atau secara berkelompok yang terarah.
B. Setiap KSR dapat bertugas membantu tugas KSR dalam bidang – bidang tertentu.
B. Setiap KSR dapat bertugas membantu tugas KSR dalam bidang – bidang tertentu.
3. ANGGOTA KEHORMATAN PMI.
§ Wanita – Pria tanpa batas usia.
§ Telah berbuat jasa bagi PMI dan diusulkan oleh Pengurus untuk diangkat.
§ Bersedia diangkat menjadi Anggota Kehormatan.
KEWAJIBAN :
A. Menjaga nama baik organisasi.
B. Memberi perhatian terhadap PMI.
§ Wanita – Pria tanpa batas usia.
§ Telah berbuat jasa bagi PMI dan diusulkan oleh Pengurus untuk diangkat.
§ Bersedia diangkat menjadi Anggota Kehormatan.
KEWAJIBAN :
A. Menjaga nama baik organisasi.
B. Memberi perhatian terhadap PMI.
HAK :
A. Memilih dan dipilih menjadi Pengurus PMI.
B. Mengikuti perkembangan organisasi.
C. Ikut mengembangkan dan memajukan PMI dengan menyampaikan saran kepada Pengurus.
KETERANGAN :
-Anggota Kehormatan PMI merupakan tanda Penghargaan bagi seseorang karena jasa – jasanya dalam menyumbangkan pikiran, tenaga maupun dana yang luar biasa ( ekstra ordiner ).
-Pengurus Daerah dan Pengurus Cabang dapat mengusulkan seseorang untuk diangkat menjadi Anggota Kehormatan dengan alasan yang sangat kuat.
- Pengurus Pusat mengeluarkan Surat Keputusan Pengangkatan “ Anggota
A. Memilih dan dipilih menjadi Pengurus PMI.
B. Mengikuti perkembangan organisasi.
C. Ikut mengembangkan dan memajukan PMI dengan menyampaikan saran kepada Pengurus.
KETERANGAN :
-Anggota Kehormatan PMI merupakan tanda Penghargaan bagi seseorang karena jasa – jasanya dalam menyumbangkan pikiran, tenaga maupun dana yang luar biasa ( ekstra ordiner ).
-Pengurus Daerah dan Pengurus Cabang dapat mengusulkan seseorang untuk diangkat menjadi Anggota Kehormatan dengan alasan yang sangat kuat.
- Pengurus Pusat mengeluarkan Surat Keputusan Pengangkatan “ Anggota
Langganan:
Postingan (Atom)